بسـم الله الـرحمن الرحيـم
«فَإِنَّا لاَ نَسْتَعِينُ بِالْكُفَّارِ عَلَىٰ الْمُشْرِكِينَ»
“Kami tidak akan meminta pertolongan kepada kaum Kafir untuk mengalahkan kaum Musyrik.” (HR. Ibn Abi Syibah)
«لاَ تَسْتَضِيْئُوْا بِنَارِ الْمُشْرِكِيْنَ »
“Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum Musyrik.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi)
Maka, jelas sekali apa yang tampak. Hanya saja, khawatir kaum Muslim tertipu dengan istilah organisasi Islam atau Arab, maka ada keharusan untuk menjelaskan kepada mereka hukum Islam tentang metode unifikasi negeri-negeri kaum Muslim ketika negeri-negeri tersebut terpecah, atau di bawah cengkraman kaum Kafir, atau Dar al-Kufur yang memerintah dengan sistem Kufur, sehingga kaum Muslim terikat dengan hukum agama mereka dalam urusan penting ini, sehingga mereka pun tidak tertipu dengan apa yang dipropagandakan oleh para pengikut syaitan, baik dari kalangan kaum Kafir maupun Munafik.
Fakta menunjukkan, bahwa negeri kaum Muslim terbelah menjadi beberapa negara. Faktanya, negara-negara tersebut ada yang tunduk secara langsung pada pemerintahan kaum Kafir. Ada juga yang tunduk pada cengkraman negara-negara Kafir. Tetapi, ada juga yang tidak tunduk pada pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir. Namun, semuanya tadi diperintah dengan sistem Kufur, dan pemerintahan Islam tidak berdiri tegak di sana.
Hukum syara’ mengenai realitas seperti ini adalah: Wajib hukumnya memerdekakannya; wajib menegakkan pemerintahan Islam di sana; wajib menyatukannya dalam satu negara (Khilafah). Adapun hukum syara’ tentang tatacara melaksanakan ketiga kewajiban tersebut adalah, bahwa kewajiban memerdekakan (negeri-negeri kaum Muslim) itu tidak bisa dipisahkan dari kewajiban untuk memerintah dengan pemerintahan Islam, dan persatuan (unifikasi).
Alasannya, karena negeri Islam yang diperintah langsung oleh kaum Kafir, seperti Aden dan Lebanon, misalnya; juga negeri yang diperintah tidak langsung oleh kaum Kafir, seperti Kuwait dan Bahrain, harus dibebaskan dari pemerintahan kaum Kafir, dan harus diperintah dengan Islam. Karena itu, membebaskannya dari pemerintahan kaum Kafir merupakan syarat utama agar bisa diperintah dengan Islam. Sementara negeri-negeri tersebut tidak bisa diperintah dengan Islam, kecuali setelah dibebaskan dari pemerintahan kaum Kafir. Sebab, ketika kaum Kafir memerintah dengan Islam tetap tidak bisa dianggap sebagai pemerintahan Islam. Sedangkan negeri Islam yang diperintah langsung oleh penguasa Muslim, namun dicengkram oleh negara Kafir dan diperintah dengan pemerintahan Kufur, contohnya seperti Mesir, Suriah, Uni Emirat Arab dan Irak, misalnya, wajib dibebaskan dari cengkraman negara-negara Kafir dan wajib diperintah dengan Islam. Hanya saja, tidak ada syarat, bahwa agar bisa diperintah dengan Islam harus dibebaskan terlebih dahulu dari cengkraman kaum Kafir. Sebaliknya, boleh diperintah dengan Islam terlebih dulu, kemudian dibebaskan dari cengkraman kaum Kafir ketika memerintah dengan Islam. Sebab, tidak untuk memerintah dengan Islam tidak disyaratkan harus bebas dari cengkraman kaum Kafir, tetapi untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan dengan Islam memang mensyaratkan harus bebas dari cengkraman negara-negara Kafir. Adapun negeri Islam yang diperintah langsung oleh penguasa Muslim, tidak dicengkram oleh negara Kafir, namun memerintah dengan pemerintahan Kufur, seperti kasus Turki dan Afganistan - sebelum era Hamid Karzai-maka harus diperintah dengan Islam. Tugas yang harus dilakukan di sana adalah mewujudkan pemerintahan Islam. Negeri Islam yang bebas dari pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir, seperti Turki, dan negeri yang diperintah langsung oleh kaum Kafir, seperti Libanon, boleh diunifikasikan, dengan catatan jika unifikasi tersebut bisa melenyapkan pemerintahan kaum Kafir dari negeri Islam, atau mememaskan dan menyiapkan hilangnya pemerintahannya.
Tetapi, jika unifikasi itu justru mempertahkan pemerintahan kaum Kafir, maka unifikasi tersebut tidak boleh. Tentu lebih tidak boleh lagi, jika unifikasi negeri kaum Muslim yang bebas (dari pemerintahan kaum Kafir) itu menyebabkannya masuk dalam pemerintahan kaum Kafir dan tunduk kepadanya.
Adapun unifikasi negeri Islam yang bebas dari pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir, seperti Turki, dengan negeri yang diperintah penguasa Muslim, tetapi tunduk dalam cengkraman negara Kafir, seperti Irak, maka harus dikaji terlebih dahulu: Jika unifikasi ini secara pasti akan menyebabkan negara yang bebas tersebut tunduk pada cengkraman kaum Kafir, maka unifikasi seperti itu, dalam kondisi seperti itu tidak boleh (haram). Karena kewajiban unifikasi dalam kondisi seperti ini justru menjadi sarana keharaman, sementara kaidah syara’ dengan tegas menyatakan:
«اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ»
"Sarana yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram".
Namun, jika unifikasi tersebut secara pasti tidak menyebabkan terjadinya hal itu, dimana negeri yang bebas itu menjadi tunduk pada cengkraman kaum Kafir, atau hal itu sama sekali tidak terjadi, maka unifikasi dalam kondisi seperti hukumnya wajib. Sebab tidak ada keraguan sedikitpun, maka kewajiban tersebut tetap wajib.
Adapun jika negeri-negeri tersebut berada dalam satu pemerintahan kaum Kafir, seperti Kuwait dan Bahrain, atau di bawah cengkraman satu kaum Kafir, seperti Saudi dan Mesir, atau di bawah cengkaram kaum Kafir yang berbeda, seperti Yordania dan Irak, maka unifikasi di antara negeri-negeri kaum Muslim tersebut dalam kondisi seperti ini tidak bisa dipisahkan dari kewajiban untuk memerdekakannya, sehingga usaha untuk memerdekakannya dan unifikasi tersebut harus dilakukan serentak. Mana di antara keduanya yang berhasil terlebih dulu harus diupayakan, agar bisa mewujudkan target yang lain.
Inilah hukum Allah yang diwajibkan kepada kaum Muslim, yaitu memerdekakan negeri Islam dari pemerintahan kaum Kafir dan dari cengkraman negara-negara Kafir, lalu mendirikan pemerintahan Islam dan menyatukannya dalam satu negara. Inilah hukum Allah tentang cara melaksanakan kewajiban ini. Karena itu, kami mengajak seluruh kaum Muslim untuk melaksanakan kewajiban ini dengan metode Islam yang telah dijelaskan oleh syariah. Juga memperingatkan mereka akan adzab dan kemurkaan Allah dengan berdiam diri dari melaksanakan kewajiban ini, atau abai dalam melaksanakan kewajiban ini. Kami mengingatkan mereka, bahwa umat Islam tengah terancam proses penghancuran sebagai dampak pemecahbelahan negeri Islam dan cengkraman kaum Kafir terhadap kaum Muslim, serta diperintah dengan sistem Kufur sebagai pilar kehidupan terpenting di negeri Islam. Maka, mereka wajib bersega untuk memenuhi seruan Allah dalam melaksanakan kewajiban Allah dan menjunjung tinggi kalimah-Nya:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا استَجيبوا لِلَّهِ وَلِلرَّسولِ إِذا دَعاكُم لِما يُحييكُم
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya, jika mereka menyeru kalian kepada sesuatu yang bisa menghidupkan kalian.” (Q.S. al-Anfal [08]: 24)
(cp/asseifff)
*
Pendahuluan
- 1- Negara Islam adalah Daulah Khilafah, yang dengan pertolongan Allah, akan berjuang untuk menyatukan seluruh entitas (negara) yang ada di dunia Islam ke dalam entitas Negara Khilafah, setelah berdirinya Khilafah. Dengan cara memintanya untuk mendeklarasikan unifikasi dengan Khilafah, atau melalui penduduknya yang Muslim, baik tentara maupun kaum Muslim yang lain, yaitu dengan memaksa para penguasanya untuk membai’at Khalifah dan mendeklarasikan unifikasi dengan Negara Khilafah. Jika langkah ini tidak membuahkan hasil, maka hanya ada satu cara, yaitu menggunakan kekuatan militer untuk memaksa entitas-entitas tersebut agar bergabung untuk mentaati Khalifah dan melakukan unifikasi dengan Negara Khilafah. Berperang dalam konteks ini, seperti memerangi Bughat, yaitu perang untuk mendidik, bukan penghancuran, sebab mereka adalah Muslim, diperangi agar menjadi bagian dari Negara Khilafah.
Negara Khilafah akan memerangi seluruh entitas tersebut agar mereka menjadi bagian darinya, bukan hanya untuk menerapkan Islam kepada diri mereka sendiri, tetapi untuk menerapkan Islam kepada semuanya, juga agar mereka menjadi bagian dari Negara Khilafah. Mereka tidak diterima hanya menerapkan Islam untuk diri mereka, tetapi tidak bergabung dengan Negara Khilafah.
Entitas yang menerapkan Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim, bisa disebut Dar al-Islam, dan penduduknya berstatus sebagai penduduk Dar al-Islam dalam Negara Khilafah, dan tidak disebut Dar al-Kufr. Meski demikian, Negara Khilafah pertama akan berusaha untuk mengintegrasikannya dengan jalan damai. Namun, jika mengacuhkan semuanya itu, maka untuk mengintegrasikannya dengan Negara Khilafah bisa digunakan kekuatan militer. Karena seluruh kaum Muslim wajib berada dalam satu entitas, dan satu negara. Meski sudah menjadi Dar al-Islam, namun entitas ini tidak boleh hanya menerapkan Islam kepada penduduknya, tetapi harus mengintegrasikan dengan entitas Negara Khilafah, jika mau. Jika tidak, maka harus diperangi sebagai bughat. - 2- Jika suatu entitas berdiri di negeri Islam, dan menerapkan Islam secara nyata dan sempurna, serta mendeklarasikan dirinya sebagai Negara Islam, memilih Khalifah dan mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah bagi seluruh kaum Muslim di dunia, maka entitas ini telah menjadi Negara Islam yang wajib bagi seluruh kaum Muslim untuk membai’at Khalifahnya, termasuk Hizbut Tahrir. Mereka juga wajib mengintegrasikan diri mereka dengan Negara Islam untuk menjadi bagian dari entitasnya. Mereka haram tidak membai’atnya, dan haram tidak mengintegrasikan diri dengannya.
Hizbut Tahrir, dalam kondisi seperti ini, andai saja terjadi, setelah memastikan semuanya, maka akan segera membai’at Khalifah yang dipilih dan dibai’at untuk menjadi Khalifah bagi negara ini, serta menjadikan dirinya berada di bawah tasharruf Khalifah. Hizbut Tahrir juga akan mengubah aktivitasnya untuk melanjutkan kembalinya kehidupan Islam dengan menegakkan Khilafah menjadi aktivitas untuk mengintegrasikan negeri-negeri yang menjadi tempatnya berkiprah dengan Negara Khilafah, karena Negara Khilafah telah berdiri.
Cara Mengintegrasikan Negeri-negeri Islam
Negara-negara Kafir penjajah, khususnya Inggeris dan Amerika, berusaha untuk mewujudkan kelompok (group) dari beberapa negara yang ada di dunia Islam dengan istilah Islam. Tujuannya untuk mengelabui kaum Muslim agar mereka mempertahankan Blok Barat, dengan menjadikan negeri Islam sebagai garis pertahanan untuk mempertahankan negeri Kufur, serta menjadikan kaum Muslim sebagai grace road dalam langkah-langkah peperangan agar mereka mati demi mempertahakan kaum Kafir Harbi, namun tindakan kriminal ini mereka make up sedemikian rupa dengan sebutan organisasi Islam, Pan Islamisme, kadang dengan Pan Arabisme, kadang Persatuan Arab. Ketika hukum Islam tegas mengharamkan pakta militer dengan kaum Kafir, dan dalilnya pun nyata dalam sabda Nabi saw:«فَإِنَّا لاَ نَسْتَعِينُ بِالْكُفَّارِ عَلَىٰ الْمُشْرِكِينَ»
“Kami tidak akan meminta pertolongan kepada kaum Kafir untuk mengalahkan kaum Musyrik.” (HR. Ibn Abi Syibah)
«لاَ تَسْتَضِيْئُوْا بِنَارِ الْمُشْرِكِيْنَ »
“Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum Musyrik.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi)
Maka, jelas sekali apa yang tampak. Hanya saja, khawatir kaum Muslim tertipu dengan istilah organisasi Islam atau Arab, maka ada keharusan untuk menjelaskan kepada mereka hukum Islam tentang metode unifikasi negeri-negeri kaum Muslim ketika negeri-negeri tersebut terpecah, atau di bawah cengkraman kaum Kafir, atau Dar al-Kufur yang memerintah dengan sistem Kufur, sehingga kaum Muslim terikat dengan hukum agama mereka dalam urusan penting ini, sehingga mereka pun tidak tertipu dengan apa yang dipropagandakan oleh para pengikut syaitan, baik dari kalangan kaum Kafir maupun Munafik.
Fakta menunjukkan, bahwa negeri kaum Muslim terbelah menjadi beberapa negara. Faktanya, negara-negara tersebut ada yang tunduk secara langsung pada pemerintahan kaum Kafir. Ada juga yang tunduk pada cengkraman negara-negara Kafir. Tetapi, ada juga yang tidak tunduk pada pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir. Namun, semuanya tadi diperintah dengan sistem Kufur, dan pemerintahan Islam tidak berdiri tegak di sana.
Hukum syara’ mengenai realitas seperti ini adalah: Wajib hukumnya memerdekakannya; wajib menegakkan pemerintahan Islam di sana; wajib menyatukannya dalam satu negara (Khilafah). Adapun hukum syara’ tentang tatacara melaksanakan ketiga kewajiban tersebut adalah, bahwa kewajiban memerdekakan (negeri-negeri kaum Muslim) itu tidak bisa dipisahkan dari kewajiban untuk memerintah dengan pemerintahan Islam, dan persatuan (unifikasi).
Alasannya, karena negeri Islam yang diperintah langsung oleh kaum Kafir, seperti Aden dan Lebanon, misalnya; juga negeri yang diperintah tidak langsung oleh kaum Kafir, seperti Kuwait dan Bahrain, harus dibebaskan dari pemerintahan kaum Kafir, dan harus diperintah dengan Islam. Karena itu, membebaskannya dari pemerintahan kaum Kafir merupakan syarat utama agar bisa diperintah dengan Islam. Sementara negeri-negeri tersebut tidak bisa diperintah dengan Islam, kecuali setelah dibebaskan dari pemerintahan kaum Kafir. Sebab, ketika kaum Kafir memerintah dengan Islam tetap tidak bisa dianggap sebagai pemerintahan Islam. Sedangkan negeri Islam yang diperintah langsung oleh penguasa Muslim, namun dicengkram oleh negara Kafir dan diperintah dengan pemerintahan Kufur, contohnya seperti Mesir, Suriah, Uni Emirat Arab dan Irak, misalnya, wajib dibebaskan dari cengkraman negara-negara Kafir dan wajib diperintah dengan Islam. Hanya saja, tidak ada syarat, bahwa agar bisa diperintah dengan Islam harus dibebaskan terlebih dahulu dari cengkraman kaum Kafir. Sebaliknya, boleh diperintah dengan Islam terlebih dulu, kemudian dibebaskan dari cengkraman kaum Kafir ketika memerintah dengan Islam. Sebab, tidak untuk memerintah dengan Islam tidak disyaratkan harus bebas dari cengkraman kaum Kafir, tetapi untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan dengan Islam memang mensyaratkan harus bebas dari cengkraman negara-negara Kafir. Adapun negeri Islam yang diperintah langsung oleh penguasa Muslim, tidak dicengkram oleh negara Kafir, namun memerintah dengan pemerintahan Kufur, seperti kasus Turki dan Afganistan - sebelum era Hamid Karzai-maka harus diperintah dengan Islam. Tugas yang harus dilakukan di sana adalah mewujudkan pemerintahan Islam. Negeri Islam yang bebas dari pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir, seperti Turki, dan negeri yang diperintah langsung oleh kaum Kafir, seperti Libanon, boleh diunifikasikan, dengan catatan jika unifikasi tersebut bisa melenyapkan pemerintahan kaum Kafir dari negeri Islam, atau mememaskan dan menyiapkan hilangnya pemerintahannya.
Tetapi, jika unifikasi itu justru mempertahkan pemerintahan kaum Kafir, maka unifikasi tersebut tidak boleh. Tentu lebih tidak boleh lagi, jika unifikasi negeri kaum Muslim yang bebas (dari pemerintahan kaum Kafir) itu menyebabkannya masuk dalam pemerintahan kaum Kafir dan tunduk kepadanya.
Adapun unifikasi negeri Islam yang bebas dari pemerintahan dan cengkraman kaum Kafir, seperti Turki, dengan negeri yang diperintah penguasa Muslim, tetapi tunduk dalam cengkraman negara Kafir, seperti Irak, maka harus dikaji terlebih dahulu: Jika unifikasi ini secara pasti akan menyebabkan negara yang bebas tersebut tunduk pada cengkraman kaum Kafir, maka unifikasi seperti itu, dalam kondisi seperti itu tidak boleh (haram). Karena kewajiban unifikasi dalam kondisi seperti ini justru menjadi sarana keharaman, sementara kaidah syara’ dengan tegas menyatakan:
«اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ»
"Sarana yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram".
Namun, jika unifikasi tersebut secara pasti tidak menyebabkan terjadinya hal itu, dimana negeri yang bebas itu menjadi tunduk pada cengkraman kaum Kafir, atau hal itu sama sekali tidak terjadi, maka unifikasi dalam kondisi seperti hukumnya wajib. Sebab tidak ada keraguan sedikitpun, maka kewajiban tersebut tetap wajib.
Adapun jika negeri-negeri tersebut berada dalam satu pemerintahan kaum Kafir, seperti Kuwait dan Bahrain, atau di bawah cengkraman satu kaum Kafir, seperti Saudi dan Mesir, atau di bawah cengkaram kaum Kafir yang berbeda, seperti Yordania dan Irak, maka unifikasi di antara negeri-negeri kaum Muslim tersebut dalam kondisi seperti ini tidak bisa dipisahkan dari kewajiban untuk memerdekakannya, sehingga usaha untuk memerdekakannya dan unifikasi tersebut harus dilakukan serentak. Mana di antara keduanya yang berhasil terlebih dulu harus diupayakan, agar bisa mewujudkan target yang lain.
Inilah hukum Allah yang diwajibkan kepada kaum Muslim, yaitu memerdekakan negeri Islam dari pemerintahan kaum Kafir dan dari cengkraman negara-negara Kafir, lalu mendirikan pemerintahan Islam dan menyatukannya dalam satu negara. Inilah hukum Allah tentang cara melaksanakan kewajiban ini. Karena itu, kami mengajak seluruh kaum Muslim untuk melaksanakan kewajiban ini dengan metode Islam yang telah dijelaskan oleh syariah. Juga memperingatkan mereka akan adzab dan kemurkaan Allah dengan berdiam diri dari melaksanakan kewajiban ini, atau abai dalam melaksanakan kewajiban ini. Kami mengingatkan mereka, bahwa umat Islam tengah terancam proses penghancuran sebagai dampak pemecahbelahan negeri Islam dan cengkraman kaum Kafir terhadap kaum Muslim, serta diperintah dengan sistem Kufur sebagai pilar kehidupan terpenting di negeri Islam. Maka, mereka wajib bersega untuk memenuhi seruan Allah dalam melaksanakan kewajiban Allah dan menjunjung tinggi kalimah-Nya:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا استَجيبوا لِلَّهِ وَلِلرَّسولِ إِذا دَعاكُم لِما يُحييكُم
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya, jika mereka menyeru kalian kepada sesuatu yang bisa menghidupkan kalian.” (Q.S. al-Anfal [08]: 24)
(cp/asseifff)
0 comments: