Salah satu kaidah yang sering di lontarkan oleh kaum pragmatisme adalah sebuah kaidah ushul yang mereka jadikan alasan pembenaran dalam beraktivitas di parlemen (walaupun hukum asal dari berdakwah di parlemen adalah mubah, yang menentukan halal haramnya adalah aktiviatas di dalam parlemen itu sendiri), yakni kaidah “Mâ la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu” (Jika tidak bisa meraih semuanya, jangan tinggalkan semuanya).
Dalam kasus parlemen, berkecimpungnya sebagian kaum Muslim di parlemen ditujukan untuk proses islamisasi parlemen. Meskipun semua pranata belum islami, jangan sampai ditinggalkan semuanya. Dengan kata lain, kaum Muslim tidak boleh meninggalkan parlemen meskipun pranatanya belum semua islami.
Kaedah di atas sebetulnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan dengan kaidah ushul:
Al-maisûr lâ tusqâth bi al-ma‘sûr (Sesuatu yang mudah tidak bisa dihapuskan dengan sesuatu yang susah).
Maksud dari kaedah ini adalah, jika Anda tidak bisa mengerjakan sesuatu secara keseluruhan maka jangan Anda meninggalkan seluruhnya. Konteks pembicaraan kaidah ini adalah masalah-masalah ibadah sunnah yang telah ditetapkan kuantitasnya yang apabila dikerjakan sebagian tidak mengapa.
Contohnya adalah shalat tahajud. Shalat tahajud lebih utama dikerjakan 12 rakaat. Namun, jika Anda tidak bisa mengerjakan semua (12 rakaat), janganlah tinggalkan semuanya. Anda bisa melaksanakannya walaupun hanya 2 rakaat saja. Yang penting jangan sampai ditinggalkan semuanya, alias tidak mengerjakannya sama sekali.
Adapun perkara-perkara wajib yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. tidak boleh ditinggalkan seluruhnya, atau dikerjakan sebagian-sebagian dengan alasan belum bisa dikerjakan semuanya. Contohnya, jika Anda belum bisa mengerjakan shalat lima waktu secara sempurna, Anda bisa mengerjakan dua atau tiga waktu saja. Kesimpulan semacam ini adalah kesimpulan salah akibat menggunakan kaidah ini tidak pada tempatnya.
Akibatnya, ada sebagian kaum Muslim menyatakan bahwa menegakkan syariat Islam bisa dilakukan dengan cara berangsur-angsur. Padahal, penerapan syariat Islam harus dilakukan secara serentak dan dilakukan dengan cara melakukan perubahan secara revolusioner dan mendasar, bukan dengan cara berangsur-angsur.
jadi, jangan terlalu mudah dalam menggunakan kaidah untuk membenarkan sebuah aktivitas, apalgi terkait dengan masalah dakwah dan umat.
By Adi Victoria
source:
http://adivictoria1924.wordpress.com/2009/11/14/membedah-kaidah-ushul-ma-la-yudraku-kulluhu-la-yutraku-kulluhu-jika-tidak-bisa-meraih-semuanya-jangan-tinggalkan-semuanya/
Dalam kasus parlemen, berkecimpungnya sebagian kaum Muslim di parlemen ditujukan untuk proses islamisasi parlemen. Meskipun semua pranata belum islami, jangan sampai ditinggalkan semuanya. Dengan kata lain, kaum Muslim tidak boleh meninggalkan parlemen meskipun pranatanya belum semua islami.
Kaedah di atas sebetulnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan dengan kaidah ushul:
Al-maisûr lâ tusqâth bi al-ma‘sûr (Sesuatu yang mudah tidak bisa dihapuskan dengan sesuatu yang susah).
Maksud dari kaedah ini adalah, jika Anda tidak bisa mengerjakan sesuatu secara keseluruhan maka jangan Anda meninggalkan seluruhnya. Konteks pembicaraan kaidah ini adalah masalah-masalah ibadah sunnah yang telah ditetapkan kuantitasnya yang apabila dikerjakan sebagian tidak mengapa.
Contohnya adalah shalat tahajud. Shalat tahajud lebih utama dikerjakan 12 rakaat. Namun, jika Anda tidak bisa mengerjakan semua (12 rakaat), janganlah tinggalkan semuanya. Anda bisa melaksanakannya walaupun hanya 2 rakaat saja. Yang penting jangan sampai ditinggalkan semuanya, alias tidak mengerjakannya sama sekali.
Adapun perkara-perkara wajib yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. tidak boleh ditinggalkan seluruhnya, atau dikerjakan sebagian-sebagian dengan alasan belum bisa dikerjakan semuanya. Contohnya, jika Anda belum bisa mengerjakan shalat lima waktu secara sempurna, Anda bisa mengerjakan dua atau tiga waktu saja. Kesimpulan semacam ini adalah kesimpulan salah akibat menggunakan kaidah ini tidak pada tempatnya.
Akibatnya, ada sebagian kaum Muslim menyatakan bahwa menegakkan syariat Islam bisa dilakukan dengan cara berangsur-angsur. Padahal, penerapan syariat Islam harus dilakukan secara serentak dan dilakukan dengan cara melakukan perubahan secara revolusioner dan mendasar, bukan dengan cara berangsur-angsur.
jadi, jangan terlalu mudah dalam menggunakan kaidah untuk membenarkan sebuah aktivitas, apalgi terkait dengan masalah dakwah dan umat.
By Adi Victoria
source:
http://adivictoria1924.wordpress.com/2009/11/14/membedah-kaidah-ushul-ma-la-yudraku-kulluhu-la-yutraku-kulluhu-jika-tidak-bisa-meraih-semuanya-jangan-tinggalkan-semuanya/
2 comments:
Assalamu'alaikum.
Mau tanya, mengapa "penerapan syariat Islam harus dilakukan secara serentak dan dilakukan dengan cara melakukan perubahan secara revolusioner dan mendasar, bukan dengan cara berangsur-angsur"?
Wa'alaikumsalam wr.wb.
Jawabanya ada disini, silahkan dibaca penjelasan dibawah ini!!
~Kritik Terhadap Konsep Perubahan Bertahap(Tadarruj)~
http://syabab1924.blogspot.com/2010/02/kritik-terhadap-konsep-perubahan.html
Semoga bisa bermanfaat dan menjawab, wassalam!!