Potret Buram Pendidikan Kita
Berbagai tragedi telah mewarnai wajah dunia pendidikan kita, mulai perilaku dari siswa, mahasiswa sampai demontrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkan tunjangan mereka merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, betapa dunia pendidikan kita begitu rapuhnya. Ini semua merupakan representasi dari keadaan sistem pendidikan yang sekularistik-materialistik.
Pada tahun 2003, sebanyak 7.670 orang atau 27,3 persen siswa dari 28.366 orang siswa sekolah menengah umum (SMU) dan madrasah aliyah (MA) di Nusa Tenggara Barat dinyatakan tidak lulus ujian akhir nasional (UAN). Sementara di Kota Ngawi, tapatnya dikecamatan Kedunggalar terdapat MAN yang 100% siswanya tidak lulus. Tahun ini (2006), dari total 28 siswa SMP Terbuka di Wonosari Gunung Kidul, ada delapan siswa yang tak ikut UN absennya mereka karena telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh kasar di perantauan. Ada pula yang tidak hadir karena sekadar membantu orangtua mereka mencari kayu atau bertani di dekat rumah. Kondisi serupa terjadi pada sejumlah SMP Terbuka lainnya. Di Kecamatan Gedangsari, misalnya, ada enam siswa tak ikut UN dari total 14 siswa yang terdaftar. Di Kecamatan Panggang, lima dari 12 siswa terdaftar. Di Kecamatan Semanu, tujuh yang tak hadir dari 21 siswa. Dan masih banyak lagi persoalan lain yang menghiasi dunia pendidikan kita.
Dalam perkara tawuran, berdasarkan data Direktorat Bimbingan Masyarakat Polda Metro Jaya dan sekitarnya bahwa tawuran antar pelajar pada tahun 2000 terjadi 197 kasus dan tahun 2001 terjadi 123 kasus. Pelajar yang tewas tahun 2000 tercatat 28 orang dan tahun 2001 sebanyak 23 orang. Pelajar luka berat tahun 2000 ada 22 orang dan 2001 ada 32 orang. Yang memperihatinkan bahwa tawuran tersebut telah turun ke tingkat siswa SLTP. Lebih mencemaskan lagi para pelajar mulai berani melakukan aksi kekerasan, seperti penodongan sampai pembajakan kendaraan umum (bus dan angkot), merampok penumpang, dan mereka tidak segan untuk melukai korbannya. Kini setiap melihat pelajar bergerombol (baik SMU atau SLTP) banyak orang menjadi cemas (Kompas, Minggu 12/5/02).Sementara itu berdasarkan hasil penilaian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara atau sangat jauh dibandingkan dnegan Singapura yang berada pada urutan ke-24, Malaysia pada urutan ke-61, Thailand urutan ke-76, dan Filipina urutan ke-77 (Satunet.com).
Pradigma Pendidikan Islam
Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pargamatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”.
Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. Pendidikan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup Islam. Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia dan dianggap sebagai bagian dari proses sosial. Pendidikan dalam Islam dapat (harus) kita fahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi tertentu (Islam). Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu ideologi/aqidah Islam. Inilah paradigma dasar itu. Berkaitan dengan itu pula secara pasti tujuan pendidikan Islam dapat ditentukan, yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti cara berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajarannya dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.
Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).
1. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
2. Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.
3. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yg terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah & hari akhirat”.
Adapun strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan adalah dalam kerangka berikut ini:
1. Tujuan utama ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk mengenal Allah swt. sebagai Al Khaliq, menyaksikan kehadiranNya dalam berbagai fenomena yang diamati, dan mengangungkan Allah swt, serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikanNya.
2. Ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang hanya takut kepada Allah swt. semata shg setiap dimensi kebenaran dpt ditegakkan terhadap siapapun juga tanpa pandang bulu.
3. Ilmu yang dipelajari berusaha untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta.
4. Ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah swt., sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala hal yang terdapat di langit atau di bumi untuk kemaslahatan umat manusia.
5. Ilmu dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam rangka menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu sendiri.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan merupakan suatu kondisi yang menjadi target penyampaian pengetahuan. Tujuan ini merupakan acuan dan panduan untuk seluruh kegiatan yang terdapat dalam sistem pendidikan. Jadi, tujuan pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki:
1. Kepribadian Islam
Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yaitu teguhnya dalam memegang identitas kemuslimannya dalam pergaulan sehari-hari. Identitas itu tampak pada dua aspek yang fundamental, yaitu pola berfikirnya (aqliyah) dan pola sikapnya (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Berkaitan dengan pengembangan keperibadian dalam Islam ini, paling tidak terdapat tiga langkah upaya pembentukannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu (1) menanamkan aqidah Islam kepada seorang manusia dengan cara yang sesuai dengan kategori aqidah tersebut, yaitu sebagai aqidah aqliyah; aqidah yang keyakinannya muncul dari proses pemikiran yang mendalam. (2) mengajaknya untuk senantiasa konsisten dan istiqamah agar cara berfikir dan mengatur kecenderungan insaninya berada tetap di atas pondasi aqidah yang diyakininya. (3) mengembangkan kepribadian dengan senantiasa mengajak bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqafah Islamiyah dan mengamalkan perbuatan yang selalu berorientasi pada melaksanakan ketaatan kepada Allah swt.
2. Menguasai Tsaqafah Islamiyah dengan handal.
Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara mewajibkannya untuk menuntut ilmu. Adapun ilmu berdasarkan takaran kewajibannya menurut Al Ghazali dibagi dalam dua kategori, yaitu (1) ilmu yang fardlu ‘ain, yaitu wajib dipelajari setiap muslim, yaitu ilmu-ilmu tsaqafah Islam yang terdiri konsespsi,ide, dan hukum-hukum Islam (fiqh), bahasa Arab, sirah nabawiyah, ulumul quran, tahfidzul quran, ulumul hadits, ushul fiqh, dll. (2) ilmu yang dikategorikan fadlu kifayah, biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi, serta ilmu terapan-ketrampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll. Berkaitan dng tsaqafah Islam, terutama bahasa Arab, Rasulullah saw. telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan dan urusan penting lainnya, seperti bahasa diplomatik dan interaksi antarnegara. Dengan demikian, setiap muslim yang bukan Arab diharuskan untuk mempelajarinya. Berkaitan dengan hal ini karena keterkaitan bahasa Arab dengan bahasa Al Quran & As Sunnah, serta wacana keilmuan Islam lainnya.
3. Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK).
Menguasai PITEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi di muka bumi dnegan baik. Islam menetapkan penguasaan sain sebagai fardlu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Pada hakekatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yaitu pengetahuan yang mengembangkan akal manusia, sehingga ia dapat menentukan suatu tindakan tertentu dan pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dnegan akal, Allah swt. telah memuliakan
Berbagai tragedi telah mewarnai wajah dunia pendidikan kita, mulai perilaku dari siswa, mahasiswa sampai demontrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkan tunjangan mereka merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, betapa dunia pendidikan kita begitu rapuhnya. Ini semua merupakan representasi dari keadaan sistem pendidikan yang sekularistik-materialistik.
Pada tahun 2003, sebanyak 7.670 orang atau 27,3 persen siswa dari 28.366 orang siswa sekolah menengah umum (SMU) dan madrasah aliyah (MA) di Nusa Tenggara Barat dinyatakan tidak lulus ujian akhir nasional (UAN). Sementara di Kota Ngawi, tapatnya dikecamatan Kedunggalar terdapat MAN yang 100% siswanya tidak lulus. Tahun ini (2006), dari total 28 siswa SMP Terbuka di Wonosari Gunung Kidul, ada delapan siswa yang tak ikut UN absennya mereka karena telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh kasar di perantauan. Ada pula yang tidak hadir karena sekadar membantu orangtua mereka mencari kayu atau bertani di dekat rumah. Kondisi serupa terjadi pada sejumlah SMP Terbuka lainnya. Di Kecamatan Gedangsari, misalnya, ada enam siswa tak ikut UN dari total 14 siswa yang terdaftar. Di Kecamatan Panggang, lima dari 12 siswa terdaftar. Di Kecamatan Semanu, tujuh yang tak hadir dari 21 siswa. Dan masih banyak lagi persoalan lain yang menghiasi dunia pendidikan kita.
Dalam perkara tawuran, berdasarkan data Direktorat Bimbingan Masyarakat Polda Metro Jaya dan sekitarnya bahwa tawuran antar pelajar pada tahun 2000 terjadi 197 kasus dan tahun 2001 terjadi 123 kasus. Pelajar yang tewas tahun 2000 tercatat 28 orang dan tahun 2001 sebanyak 23 orang. Pelajar luka berat tahun 2000 ada 22 orang dan 2001 ada 32 orang. Yang memperihatinkan bahwa tawuran tersebut telah turun ke tingkat siswa SLTP. Lebih mencemaskan lagi para pelajar mulai berani melakukan aksi kekerasan, seperti penodongan sampai pembajakan kendaraan umum (bus dan angkot), merampok penumpang, dan mereka tidak segan untuk melukai korbannya. Kini setiap melihat pelajar bergerombol (baik SMU atau SLTP) banyak orang menjadi cemas (Kompas, Minggu 12/5/02).Sementara itu berdasarkan hasil penilaian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara atau sangat jauh dibandingkan dnegan Singapura yang berada pada urutan ke-24, Malaysia pada urutan ke-61, Thailand urutan ke-76, dan Filipina urutan ke-77 (Satunet.com).
Pradigma Pendidikan Islam
Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pargamatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”.
Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. Pendidikan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup Islam. Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia dan dianggap sebagai bagian dari proses sosial. Pendidikan dalam Islam dapat (harus) kita fahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi tertentu (Islam). Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu ideologi/aqidah Islam. Inilah paradigma dasar itu. Berkaitan dengan itu pula secara pasti tujuan pendidikan Islam dapat ditentukan, yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti cara berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajarannya dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.
Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).
1. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
2. Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.
3. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yg terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah & hari akhirat”.
Adapun strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan adalah dalam kerangka berikut ini:
1. Tujuan utama ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk mengenal Allah swt. sebagai Al Khaliq, menyaksikan kehadiranNya dalam berbagai fenomena yang diamati, dan mengangungkan Allah swt, serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikanNya.
2. Ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang hanya takut kepada Allah swt. semata shg setiap dimensi kebenaran dpt ditegakkan terhadap siapapun juga tanpa pandang bulu.
3. Ilmu yang dipelajari berusaha untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta.
4. Ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah swt., sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala hal yang terdapat di langit atau di bumi untuk kemaslahatan umat manusia.
5. Ilmu dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam rangka menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu sendiri.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan merupakan suatu kondisi yang menjadi target penyampaian pengetahuan. Tujuan ini merupakan acuan dan panduan untuk seluruh kegiatan yang terdapat dalam sistem pendidikan. Jadi, tujuan pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki:
1. Kepribadian Islam
Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yaitu teguhnya dalam memegang identitas kemuslimannya dalam pergaulan sehari-hari. Identitas itu tampak pada dua aspek yang fundamental, yaitu pola berfikirnya (aqliyah) dan pola sikapnya (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Berkaitan dengan pengembangan keperibadian dalam Islam ini, paling tidak terdapat tiga langkah upaya pembentukannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu (1) menanamkan aqidah Islam kepada seorang manusia dengan cara yang sesuai dengan kategori aqidah tersebut, yaitu sebagai aqidah aqliyah; aqidah yang keyakinannya muncul dari proses pemikiran yang mendalam. (2) mengajaknya untuk senantiasa konsisten dan istiqamah agar cara berfikir dan mengatur kecenderungan insaninya berada tetap di atas pondasi aqidah yang diyakininya. (3) mengembangkan kepribadian dengan senantiasa mengajak bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqafah Islamiyah dan mengamalkan perbuatan yang selalu berorientasi pada melaksanakan ketaatan kepada Allah swt.
2. Menguasai Tsaqafah Islamiyah dengan handal.
Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara mewajibkannya untuk menuntut ilmu. Adapun ilmu berdasarkan takaran kewajibannya menurut Al Ghazali dibagi dalam dua kategori, yaitu (1) ilmu yang fardlu ‘ain, yaitu wajib dipelajari setiap muslim, yaitu ilmu-ilmu tsaqafah Islam yang terdiri konsespsi,ide, dan hukum-hukum Islam (fiqh), bahasa Arab, sirah nabawiyah, ulumul quran, tahfidzul quran, ulumul hadits, ushul fiqh, dll. (2) ilmu yang dikategorikan fadlu kifayah, biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi, serta ilmu terapan-ketrampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll. Berkaitan dng tsaqafah Islam, terutama bahasa Arab, Rasulullah saw. telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan dan urusan penting lainnya, seperti bahasa diplomatik dan interaksi antarnegara. Dengan demikian, setiap muslim yang bukan Arab diharuskan untuk mempelajarinya. Berkaitan dengan hal ini karena keterkaitan bahasa Arab dengan bahasa Al Quran & As Sunnah, serta wacana keilmuan Islam lainnya.
3. Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK).
Menguasai PITEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi di muka bumi dnegan baik. Islam menetapkan penguasaan sain sebagai fardlu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Pada hakekatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yaitu pengetahuan yang mengembangkan akal manusia, sehingga ia dapat menentukan suatu tindakan tertentu dan pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dnegan akal, Allah swt. telah memuliakan
manusia dnegan akalnya. Akal merupakan faktor penentu yang melebihkan manusia dari makhluk lainnya, sehingga kedudukan akal merupakan sesuatu yang berharga. Allah menurunkan Al Quran dan mengutus RasulNya dengan membawa Islam agar beliau menuntun akal manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar. Pada sisi yang lain Islam memicu akal untuk dapat menguasai PITEK, sebab dorongan dan perintah untuk maju merupakan buah dari keimanan. Dalam kitab Fathul Kabir, juz III, misalnya diketahui bahwa Rsulullah saw. pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk mempelajari pembuatan senjata muktahir, terutam alat perang yang bernama dabbabah, sejenis tank yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari roda-roda. Rasulullah saw. memahami manfaat alat ini bagi peperangan melawan musuh dan menghancurkan benteng lawan.
4. Memiliki skills/ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Perhatian besar Islam pada ilmu teknik dan praktis, serta ketrampilan merupakan salah satu dari tujuan pendidikan islam. Penguasaan ketrampilan yang serba material ini merupakan tuntutan yang harus dilakukan umat Ilam dalam rangka pelaksanaan amanah Allah Swt. Hal ini diindikasikan dengan terdapatnya banyak nash yang mengisyaratkan kebolehan mempelajari ilmu pengetahuan umum dan ketrampilan. Hal ini dihukumi sebagai fardlu kifayah. Penjelasan 3 dan 4 dapat diperhatikan pada pembahasan Ilmu dan kedudukan dalam islam di atas.
Negara Sebagai Penyelenggara Pendidikan
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam maka kita akan melihat perhatian para khalifah (kepala negara) terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Banyak hadits Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan” (HR. Abu Daud).
“Barangsiapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan” .
Hadits-hadits tersebut memberikan hak kepada pegawai negeri (pejabat pemerintahan) untuk memperoleh gaji dan fasilitas, baik perumahan, isteri, pembantu, ataupun alat transportasi. Semua harus disiapkan oleh negara. Jika kita membayangkan seandainya aturan Islam diterapkan maka tentu saja tenaga pendidik maupun pejabat lain dalam struktur pemerintahan meresa tentram bekerja dan benar-benar melayani kemaslahatan masyarakat tanpa pamrih sebab seluruh kebutuhan hidupnya terjamin dan memuaskan. Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas) (sekitar 5 juta rupiah dengan kurs sekarang).
Begitu pula ternyata perhatian para kepala negara kaum muslimin (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik dan biaya sekolah, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad didirikan oleh Khalifah Al Mustanir pada abad ke – 6 Hijriah. Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang sangat lengkap. Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan pemandian, rumah sakit yang dokternya siap di tempat. Madrasah lain yang juga cukup terkenal adalah Madrasah Darul Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Khalifah Al Hakim Biamrillah pada tahun 395 H. Madrasah ini adalah institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya. Perpustakaannya dibuka untuk umum. Setiap orang boleh mendengarkan kuliah, ceramah ilmiah, simposium, aktifitas kesusastraan, dan telaah agama. Pada perpustakaan ini, seperti juga pada perpustakaan lainnya, dilengkapi dengan ruang-ruang studi dan ceramah serta ruang musik untuk refreshing bagi pembaca.Di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja’far bin Muhammad (wafat 940M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan kepada para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberikan pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut Ar Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi masa kekhalifahan Islam abad 10 Masehi. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya. Bagaimana dengan kita ?
Dana , Sarana, dan Prasana Pendidikan
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul maal (kas negara). Sistem pendidikan bebas biaya tersebut berdasarkan ijma’ shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari baitul maal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada Sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.
Begitu pula dengan Madrasah An Nuriah di damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriyah oleh khalifah Sultan Nuruddin Muhammad zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain , seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi. Dan jauh sebelumnya Ad Damsyiqi mengisahkan dari Al Wadliyah bin atha’ bahwa khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar emas setiap bulan (1 dinar=4,25 gram emas)
Media pendidikan adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar -audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Oleh sebab itu keberadaan sarana-sarana berikut harus disediakan:
1. Perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik tafsir, hadits, fiqh, kedokteran, pertanian, fisika, matematika, industri, dll. sehingga banya tercipta para ilmuwan dan mujtahid.
2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan dan laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
3. Negara mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan/cendekiawan. Pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
4. Sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, amajalah, dan penerbitan dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.
5. Negara mengizinkan masyarakatnya untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisi; walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.
6. Negara melarang jual-beli dan eksport-import buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7. Negara berhak menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dnegan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan majalah. Hasil karya penulis dapat dipakai kapan saja dnegan syarat harus bertanggung jawab atas tulisannya dan sesuai dnegan aturan Islam.
8. Seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio& televisi yang sifatnya rutin milik orang asing dilarang beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Demikian pemaparan sistem pendidikan Islam. Sangat jelas keunggulan sistem pendidikan Islam yang diatur oleh syariat Islam. Dengan bersikap objektif terhadap syariat Islam, seharusnya manusia yang jujur, berpikir, dan yang memiliki nurani yang jernih, akan kembali ke syariat Islam.
*
4. Memiliki skills/ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Perhatian besar Islam pada ilmu teknik dan praktis, serta ketrampilan merupakan salah satu dari tujuan pendidikan islam. Penguasaan ketrampilan yang serba material ini merupakan tuntutan yang harus dilakukan umat Ilam dalam rangka pelaksanaan amanah Allah Swt. Hal ini diindikasikan dengan terdapatnya banyak nash yang mengisyaratkan kebolehan mempelajari ilmu pengetahuan umum dan ketrampilan. Hal ini dihukumi sebagai fardlu kifayah. Penjelasan 3 dan 4 dapat diperhatikan pada pembahasan Ilmu dan kedudukan dalam islam di atas.
Negara Sebagai Penyelenggara Pendidikan
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam maka kita akan melihat perhatian para khalifah (kepala negara) terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Banyak hadits Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan” (HR. Abu Daud).
“Barangsiapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan” .
Hadits-hadits tersebut memberikan hak kepada pegawai negeri (pejabat pemerintahan) untuk memperoleh gaji dan fasilitas, baik perumahan, isteri, pembantu, ataupun alat transportasi. Semua harus disiapkan oleh negara. Jika kita membayangkan seandainya aturan Islam diterapkan maka tentu saja tenaga pendidik maupun pejabat lain dalam struktur pemerintahan meresa tentram bekerja dan benar-benar melayani kemaslahatan masyarakat tanpa pamrih sebab seluruh kebutuhan hidupnya terjamin dan memuaskan. Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas) (sekitar 5 juta rupiah dengan kurs sekarang).
Begitu pula ternyata perhatian para kepala negara kaum muslimin (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik dan biaya sekolah, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad didirikan oleh Khalifah Al Mustanir pada abad ke – 6 Hijriah. Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang sangat lengkap. Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan pemandian, rumah sakit yang dokternya siap di tempat. Madrasah lain yang juga cukup terkenal adalah Madrasah Darul Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Khalifah Al Hakim Biamrillah pada tahun 395 H. Madrasah ini adalah institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya. Perpustakaannya dibuka untuk umum. Setiap orang boleh mendengarkan kuliah, ceramah ilmiah, simposium, aktifitas kesusastraan, dan telaah agama. Pada perpustakaan ini, seperti juga pada perpustakaan lainnya, dilengkapi dengan ruang-ruang studi dan ceramah serta ruang musik untuk refreshing bagi pembaca.Di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja’far bin Muhammad (wafat 940M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan kepada para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberikan pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut Ar Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi masa kekhalifahan Islam abad 10 Masehi. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya. Bagaimana dengan kita ?
Dana , Sarana, dan Prasana Pendidikan
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul maal (kas negara). Sistem pendidikan bebas biaya tersebut berdasarkan ijma’ shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari baitul maal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada Sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.
Begitu pula dengan Madrasah An Nuriah di damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriyah oleh khalifah Sultan Nuruddin Muhammad zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain , seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi. Dan jauh sebelumnya Ad Damsyiqi mengisahkan dari Al Wadliyah bin atha’ bahwa khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar emas setiap bulan (1 dinar=4,25 gram emas)
Media pendidikan adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar -audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Oleh sebab itu keberadaan sarana-sarana berikut harus disediakan:
1. Perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik tafsir, hadits, fiqh, kedokteran, pertanian, fisika, matematika, industri, dll. sehingga banya tercipta para ilmuwan dan mujtahid.
2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan dan laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
3. Negara mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan/cendekiawan. Pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
4. Sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, amajalah, dan penerbitan dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.
5. Negara mengizinkan masyarakatnya untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisi; walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.
6. Negara melarang jual-beli dan eksport-import buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7. Negara berhak menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dnegan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan majalah. Hasil karya penulis dapat dipakai kapan saja dnegan syarat harus bertanggung jawab atas tulisannya dan sesuai dnegan aturan Islam.
8. Seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio& televisi yang sifatnya rutin milik orang asing dilarang beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Demikian pemaparan sistem pendidikan Islam. Sangat jelas keunggulan sistem pendidikan Islam yang diatur oleh syariat Islam. Dengan bersikap objektif terhadap syariat Islam, seharusnya manusia yang jujur, berpikir, dan yang memiliki nurani yang jernih, akan kembali ke syariat Islam.

0 comments: