Bagaimana peran khilafah dalam penyebaran Islam di Indonesia?
Ustadzah Hjh.Irene Handono
Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?
Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 7 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.
Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.
Apakah khilafah perlu ditegakkan lagi dalam kondisi kekinian?
Iya, harus. Kita tahu, sejak runtuhnya khilafah Islam pada 3 Maret 1924 M, 92 tahun lalu, umat Islam kehilangan institusi pemersatu umat, penegak syariah dan pelaksana dakwah. Wilayah dunia Islam yang semula sangat luas kemudian dikerat-kerat oleh negara kafir penjajah menjadi negara kecil-kecil yang berdiri atas dasar nasionalisme. Harkat martabat umat dilecehkan, darah umat ditumpahkan, dan pemikiran umat disimpangkan.
Pendek kata, tanpa khilafah, umat mengalami keterpurukan yang luar biasa, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Benarlah, ketika para ulama menyebut tiadanya khilafah itu sebagai ummul jarâim ataupangkal timbulnya aneka penderitaan, keburukan dan kejahatan.
Maka, menegakkan khilafah merupakan kewajiban besar bagi seluruh umat Islam untuk tegakknya kembali izzul Islam wal Muslimin. Para ulama menyebut sebagai min a’dhamil wajibaat. Oleh karena itu, wajib pula bagi kita semua untuk mengerahkan segenap daya dan upaya guna mewujudkan cita-cita mulia ini. Inilah al-qadhiyyatul Muslimin al-mashîriyyah, atau persoalan utama umat Islam di seluruh dunia yang sesungguhnya.
Bagaimana metode penegakan kembali khilafah yang sesuai dengan contoh Nabi?
Ringkasnya, penegakan kembali khilafah sesuai yang dicontohkan Nabi diawali dengan kegiatan pembinaan dan pengkaderan. Ini tahap pertama, yang disebut marhalah tatsqif wa takwin.
Selanjutnya tahap interaksi dengan umat (tafa’ul ma’al ummah) dan perjuangan politik (kifahus-siyasi) melalu usaha pembentukan opini dan kesadaran umat yang dilakukan secara langsung melalui seminar, diskusi, tabligh akbar dan lainnya, ataupun secara tidak langsung melalui media cetak, elektronik maupun online, serta usaha diraihnya dukungan tokoh umat dari kalangan ahlul quwwah melalui kontak dan pendekatan intensif hingga tercapai tahap istilamul hukmi (penyerahterimaan kekuasaan). (mediaumat.com, 29/8/2014)
*
Ustadzah Hjh.Irene Handono
Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?
Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 7 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.
Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.
Apakah khilafah perlu ditegakkan lagi dalam kondisi kekinian?
Iya, harus. Kita tahu, sejak runtuhnya khilafah Islam pada 3 Maret 1924 M, 92 tahun lalu, umat Islam kehilangan institusi pemersatu umat, penegak syariah dan pelaksana dakwah. Wilayah dunia Islam yang semula sangat luas kemudian dikerat-kerat oleh negara kafir penjajah menjadi negara kecil-kecil yang berdiri atas dasar nasionalisme. Harkat martabat umat dilecehkan, darah umat ditumpahkan, dan pemikiran umat disimpangkan.
Pendek kata, tanpa khilafah, umat mengalami keterpurukan yang luar biasa, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Benarlah, ketika para ulama menyebut tiadanya khilafah itu sebagai ummul jarâim ataupangkal timbulnya aneka penderitaan, keburukan dan kejahatan.
Maka, menegakkan khilafah merupakan kewajiban besar bagi seluruh umat Islam untuk tegakknya kembali izzul Islam wal Muslimin. Para ulama menyebut sebagai min a’dhamil wajibaat. Oleh karena itu, wajib pula bagi kita semua untuk mengerahkan segenap daya dan upaya guna mewujudkan cita-cita mulia ini. Inilah al-qadhiyyatul Muslimin al-mashîriyyah, atau persoalan utama umat Islam di seluruh dunia yang sesungguhnya.
Bagaimana metode penegakan kembali khilafah yang sesuai dengan contoh Nabi?
Ringkasnya, penegakan kembali khilafah sesuai yang dicontohkan Nabi diawali dengan kegiatan pembinaan dan pengkaderan. Ini tahap pertama, yang disebut marhalah tatsqif wa takwin.
Selanjutnya tahap interaksi dengan umat (tafa’ul ma’al ummah) dan perjuangan politik (kifahus-siyasi) melalu usaha pembentukan opini dan kesadaran umat yang dilakukan secara langsung melalui seminar, diskusi, tabligh akbar dan lainnya, ataupun secara tidak langsung melalui media cetak, elektronik maupun online, serta usaha diraihnya dukungan tokoh umat dari kalangan ahlul quwwah melalui kontak dan pendekatan intensif hingga tercapai tahap istilamul hukmi (penyerahterimaan kekuasaan). (mediaumat.com, 29/8/2014)
0 comments: