keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya. Dia mendahulukan Abu Bakar, Umar dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para Sahabat yang lain. Merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi saw. berada di atas Gunung Hira’. Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Dia shalat Idul Fitri dan Adha, Khauf, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin, baik yang taat maupun zalim. Dia mengusap dua sepatu ketika bepergian dan ketika tidak, meng-qashar shalat ketika bepergian. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Dia meyakini bahwa jihad tetap berlanjut sejak Allah mengutus Muhammad saw. hingga sisa generasi terakhir yang memerangi Dajjal, saat tak akan ada yang bisa mencelakakan mereka kezaliman orang yang zalim. Dia menyatakan, bahwa jual-beli halal hingga Hari Kiamat sesuai dengan hukum Kitab dan Sunnah. Dia shalat jenazah dengan empat takbir dan mengurus umat Islam dengan baik. Dia tidak melakukan perlawanan terhadap mereka dengan pedang Anda. Jangan berperang karena fitnah. Diamlah di rumah Allah. Dia mempercayai azab kubur; mengimani Malaikat Munkar-Nakir; meyakini adanya telaga, syafaat; meyakini bahwa orang-orang yang mempunyai tauhid akan keluar dari neraka setelah mereka diuji, sebagaimana sejumlah hadis telah menyatakan hal ini dari Nabi saw. Kita mengimaninya, dan tidak perlu banyak contoh untuk semuanya tadi. Inilah yang disepakati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia. [5]
Dengan demikian, Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan mazhab tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. Maksud dari Imam Ahmad di atas, menurut Qadhi Iyadh, adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan siapa saja yang meyakini mazhab ahli hadis. Karena itu, menurut Ibn Abd al-Barr, mereka adalah para ahli hadis dan fikih. [6] Bahkan menurut Ibn Hajar, mereka adalah semua ahli ilmu syariah. [7] An-Nawawi juga menyatakan, bahwa boleh jadi kelompok ini berserakan di antara berbagai ragam kaum Mukmin; ada yang pemberani dan pasukan perang; ada yang ahli fikih, hadis, zuhud, dan orang-orang yang memerintahkan kemakrufan serta mencegah kemunkaran; ada juga ahli kebaikan yang lain. Tidak mesti, mereka terkumpul di satu tempat. Sebaliknya, boleh jadi mereka berserakan di berbagai belahan bumi. [8]
Wallâhu a’lam. []
Catatan Kaki:
Ibn Manzhur, Lisân al-’Arab, Dar al-Fikr, Beirut, t.t., XIII/226.
Ibid, 226.
Al-Jurjani, At-Ta‘rifât, Dar al-Bayan li at-Turats, ed. Ibrahim al-Abyari, t.t., 57-58.
Prof. Dr. Rawwas Qal’ah Ji, Mu‘jam Lughât al-Fuqahâ’: ‘Arabi-Injelizi-Ifrinji, Dar an-Nafa’is, Beirut, cet. I, 1996, hlm. 76.
Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad, al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab al-Imam Ahmad, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, cet. I, 1990, II/336-339.
Ibn ‘Abd al-Barr, at-Tamhid li Ibn ‘Abd al-Barr, ed. Mustafa ‘Alawi, Wizarah ‘Umum al-Auqaf, Maroko, 1387, V/115.
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri fî Syarh Shahîh al-Bukhârî, ed. Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Dar al-Ma’rifah, Beirut, 1379, XIII/316.
Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri, Abu al-Ala, Tuhfah al-Ahwadzi, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, t.t., VI/360.
*
Dengan demikian, Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan mazhab tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. Maksud dari Imam Ahmad di atas, menurut Qadhi Iyadh, adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan siapa saja yang meyakini mazhab ahli hadis. Karena itu, menurut Ibn Abd al-Barr, mereka adalah para ahli hadis dan fikih. [6] Bahkan menurut Ibn Hajar, mereka adalah semua ahli ilmu syariah. [7] An-Nawawi juga menyatakan, bahwa boleh jadi kelompok ini berserakan di antara berbagai ragam kaum Mukmin; ada yang pemberani dan pasukan perang; ada yang ahli fikih, hadis, zuhud, dan orang-orang yang memerintahkan kemakrufan serta mencegah kemunkaran; ada juga ahli kebaikan yang lain. Tidak mesti, mereka terkumpul di satu tempat. Sebaliknya, boleh jadi mereka berserakan di berbagai belahan bumi. [8]
Wallâhu a’lam. []
Catatan Kaki:
Ibn Manzhur, Lisân al-’Arab, Dar al-Fikr, Beirut, t.t., XIII/226.
Ibid, 226.
Al-Jurjani, At-Ta‘rifât, Dar al-Bayan li at-Turats, ed. Ibrahim al-Abyari, t.t., 57-58.
Prof. Dr. Rawwas Qal’ah Ji, Mu‘jam Lughât al-Fuqahâ’: ‘Arabi-Injelizi-Ifrinji, Dar an-Nafa’is, Beirut, cet. I, 1996, hlm. 76.
Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad, al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab al-Imam Ahmad, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, cet. I, 1990, II/336-339.
Ibn ‘Abd al-Barr, at-Tamhid li Ibn ‘Abd al-Barr, ed. Mustafa ‘Alawi, Wizarah ‘Umum al-Auqaf, Maroko, 1387, V/115.
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri fî Syarh Shahîh al-Bukhârî, ed. Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Dar al-Ma’rifah, Beirut, 1379, XIII/316.
Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri, Abu al-Ala, Tuhfah al-Ahwadzi, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, t.t., VI/360.

0 comments: