Semua orang mengakui betapa tajamnya lidah bahkan lebih tajam dari pedang. Luka akibat pedang masih bias diobati tapi luka akibat lidah (ucapan) sulit terobati. Akibat lidah (perkataan) persahabatan bias bias berubah menjadi permusuhan, pernikahan bias menjadi perceraian, hubungan orangtua dan anak bias seperti anjing dan kucing (tidak akur). Sudah pernah dengar atau baca bagaimana Rasulullah SAW pun terkena akibatnya dari bahaya lidah yaitu difitnah oleh seorang munafik yang memfitnah Aisyah ra.-istri rasulullah- memiliki hubungan gelap dengan seorang sahabat karena pada saat itu aisyah tertinggal rombongan sehingga terpaksa berjalan hanya dengan sahabat tersebut. Berkat pertolongan Allah, akhirnya masalah ini terkuak.
Bayangkan bila aktivis dakwah yang mempunyai amanah untuk membina. Ketika melihat binaanya future, bukannya berempati untuk mengetahui masalahnya dan mencarikan solusinya tapi malah berkata “Dakwah itu wajib, lalai terhadapnya sungguh dosa besar, saya tidak tanggung jawab jika kalian dimintai pertanggungjawaban oleh Allah”. Secara makana kata-kata tersebut benar tetapi jika didengar/diterima dalam keadaan future akan membangkitkan naluri mempertahankan diri (baqa’) sehingga semakin menjauhkan mereka dari masalah dakwah, dan bias jadi kebanyakan mereka akan berpikir kok harus orang lain sedang kita sendiri nggak bias mecahin masalahsendiri. Coba sekarang kita rsakan bagaimana jika kata-kata itu kita rubah “Ada apa dik? Mungkin mas/mbak bisa membantu urun rembug memecahkan masalahm. Ingat lo, kita hidup di dunia pasti diuji Allah, bersabarlah dan minta pertolonganNya agar kita senantiasa istiqomah dijalan dakwah. Segeralah minta ampunanNya jika kita berbuat salah. Jangan lalai lagi ya, tolong dijaga amanahnya. Jika tidak ada udzur syar’i,itu bisa jatuh dosa.”
Tentu dari sinisaja sudah tahu hasilnya, pasti beda rasanya. Seorang pembina harus bisa merasakan dan memutuskan secara tegas jika memang yang dibinanya dengan sengaja membangkang atu lalai karena syariat memerintahkan harus tegas.
Seni berkata-kata harus dikuasai setiap orang agar bisa memahami lawan bicara dan sekaligus menghormatinya. Gara-gara ada satu orang antar kelompok atau masyarakat hampir perang. Di sebuah daerah di luar negeri ada sekelompok masyarakat yang mengagungkan tokohnya. Suatu ketika tokoh ini mengeluarkan statemen provokasi yang tidak jelas semisal menuduh seseorang denganmenyebutkan insial sehingga dikalangan arus bawah hampir terjadi banjir darah. Padahal setelah dicek dan ricek, dengan santainya si tokoh tersebut menarik ucapan
Bayangkan bila aktivis dakwah yang mempunyai amanah untuk membina. Ketika melihat binaanya future, bukannya berempati untuk mengetahui masalahnya dan mencarikan solusinya tapi malah berkata “Dakwah itu wajib, lalai terhadapnya sungguh dosa besar, saya tidak tanggung jawab jika kalian dimintai pertanggungjawaban oleh Allah”. Secara makana kata-kata tersebut benar tetapi jika didengar/diterima dalam keadaan future akan membangkitkan naluri mempertahankan diri (baqa’) sehingga semakin menjauhkan mereka dari masalah dakwah, dan bias jadi kebanyakan mereka akan berpikir kok harus orang lain sedang kita sendiri nggak bias mecahin masalahsendiri. Coba sekarang kita rsakan bagaimana jika kata-kata itu kita rubah “Ada apa dik? Mungkin mas/mbak bisa membantu urun rembug memecahkan masalahm. Ingat lo, kita hidup di dunia pasti diuji Allah, bersabarlah dan minta pertolonganNya agar kita senantiasa istiqomah dijalan dakwah. Segeralah minta ampunanNya jika kita berbuat salah. Jangan lalai lagi ya, tolong dijaga amanahnya. Jika tidak ada udzur syar’i,itu bisa jatuh dosa.”
Tentu dari sinisaja sudah tahu hasilnya, pasti beda rasanya. Seorang pembina harus bisa merasakan dan memutuskan secara tegas jika memang yang dibinanya dengan sengaja membangkang atu lalai karena syariat memerintahkan harus tegas.
Seni berkata-kata harus dikuasai setiap orang agar bisa memahami lawan bicara dan sekaligus menghormatinya. Gara-gara ada satu orang antar kelompok atau masyarakat hampir perang. Di sebuah daerah di luar negeri ada sekelompok masyarakat yang mengagungkan tokohnya. Suatu ketika tokoh ini mengeluarkan statemen provokasi yang tidak jelas semisal menuduh seseorang denganmenyebutkan insial sehingga dikalangan arus bawah hampir terjadi banjir darah. Padahal setelah dicek dan ricek, dengan santainya si tokoh tersebut menarik ucapan
dengan mesam mesem dan ekspresi wajah tanpa dosa.
Begitulah bahaya lidah, bisa kita cermati dalam setiap kehidupan sehari-hari, sehingga yang perlu kita lakukan adalah :
1.Mengendalikan lidah dengan diam, jangan berbicara kecuali yang hak.
Sesungguhnya lidah adalah nikmat yang harus disyukuri keran pengaruhnya begitu luas. Dengan lidah (perkataan) kita bisa menyadarkan seseorang untuk berubah menjadi lebih baik, tetapi dengan lidah jga bisa menyesatkan seseorang. Dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’ad berkata:Rasulullah SAW bersabda “Siapa saja yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya surga.“ (HR. Bukhari)
Pengendaliannya yaitu dengan menggunakannya untuk kebenaran. Diantara kewajiban urusan lidah adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar, mendamaikan persengketaan dan menyerukan kebaikan dan taqwa. Allah berfirman“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahsia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.“(Al Mujadilah:9)
Sebagai seorang muslim yang beriman dan khusunya pengemban dakwah harus mampu mengendalikan dengan melaksanakan kewajiban dakwahdan menjauhi larangan Allah terhadpa apa yang dilakuakan lidah seperti : ghibah, namimah, bersaksi palsu, berkata keji, mencaci, membongkar aib saudaranya,dll.
2.Banyak berdzikir dengan lisan
Berdzikir berarti mengingat, cara efektif mengalihkan lisan kita agar tidak berbuat jelek adalah dengan menyibukkan berdzikir kepada Allah. Lisan kita hrus kita sibukkan denganmengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah yang disukai Allah.
3.Jangan diam ketika melihat kemungkaran
Dalam dakwah ketika kita tidakpunya kuasa maka kita hrus berani berbicara. Ketika kita mampu untuk menyatakan yang haq, namun kita diam itu berati kita sepert setan yang bisu. Harus berani dengan niat karena Allah. Pada kondisi seperti ini malah haram diam.
4.Berpikirlah dampak apa yang diterima jika kita menyatakan suatu perkataan kepada orang lain.
5.Jauhi lingkungan atau teman-teman kita yang terbiasa mengumbar kata-kata yang sia-sia bahkan cenderung ghibah atau bahkan namimah.
6.Berlindunglah kepad Allah agar diberikekuatan untuk selalu ingat kepada Allah sehingga bisa mengendalikan perkataan.
7.Jangan terbiasa berdebat kusir, dan senantiasa jagalah hati agar tidak panas (emosi) ketika berbicara, orang yang mudah emosi biasanya tidak mampu mengontol perkataanya yang keluar dari mulutnya.
*
Begitulah bahaya lidah, bisa kita cermati dalam setiap kehidupan sehari-hari, sehingga yang perlu kita lakukan adalah :
1.Mengendalikan lidah dengan diam, jangan berbicara kecuali yang hak.
Sesungguhnya lidah adalah nikmat yang harus disyukuri keran pengaruhnya begitu luas. Dengan lidah (perkataan) kita bisa menyadarkan seseorang untuk berubah menjadi lebih baik, tetapi dengan lidah jga bisa menyesatkan seseorang. Dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’ad berkata:Rasulullah SAW bersabda “Siapa saja yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya surga.“ (HR. Bukhari)
Pengendaliannya yaitu dengan menggunakannya untuk kebenaran. Diantara kewajiban urusan lidah adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar, mendamaikan persengketaan dan menyerukan kebaikan dan taqwa. Allah berfirman“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahsia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.“(Al Mujadilah:9)
Sebagai seorang muslim yang beriman dan khusunya pengemban dakwah harus mampu mengendalikan dengan melaksanakan kewajiban dakwahdan menjauhi larangan Allah terhadpa apa yang dilakuakan lidah seperti : ghibah, namimah, bersaksi palsu, berkata keji, mencaci, membongkar aib saudaranya,dll.
2.Banyak berdzikir dengan lisan
Berdzikir berarti mengingat, cara efektif mengalihkan lisan kita agar tidak berbuat jelek adalah dengan menyibukkan berdzikir kepada Allah. Lisan kita hrus kita sibukkan denganmengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah yang disukai Allah.
3.Jangan diam ketika melihat kemungkaran
Dalam dakwah ketika kita tidakpunya kuasa maka kita hrus berani berbicara. Ketika kita mampu untuk menyatakan yang haq, namun kita diam itu berati kita sepert setan yang bisu. Harus berani dengan niat karena Allah. Pada kondisi seperti ini malah haram diam.
4.Berpikirlah dampak apa yang diterima jika kita menyatakan suatu perkataan kepada orang lain.
5.Jauhi lingkungan atau teman-teman kita yang terbiasa mengumbar kata-kata yang sia-sia bahkan cenderung ghibah atau bahkan namimah.
6.Berlindunglah kepad Allah agar diberikekuatan untuk selalu ingat kepada Allah sehingga bisa mengendalikan perkataan.
7.Jangan terbiasa berdebat kusir, dan senantiasa jagalah hati agar tidak panas (emosi) ketika berbicara, orang yang mudah emosi biasanya tidak mampu mengontol perkataanya yang keluar dari mulutnya.

2 comments:
Salam kenal mas Deni. Membaca tulisan Anda, saya jadi merasa harus melakukan introspeksi diri.
Bey Laspriana
www.beyblog.syafaatadvertising.net
Salam kenal jg buat mbak..
Yuk kita sama2 introspeksi diri masing2..