Oleh: Aryo Notonogoro,SP
(Pengamat Politik Ekonomi Pertanian)
Kasus impor beras menjadi ritual tahunan, sebenarnya apa di balik impor beras?
Pada tanggal 29 agustus media massa banyak memberitakan tentang merosotnya hasil panen karena puso dan beberapa daerah menghendaki adanya Operasi Pasar (OP) oleh Bulog. Pasokan gabah turun 40 %, harga beras di pasar naik 30-40%. Terjadi kenaikan harga hingga 800 rupiah. Hal ini diindikasikan karena kekeringan dan puso. (media Indonesia)
Nasib petani padi berpenghasilan 500-700 ribu per bulan (Bisnis Indonesia)
Jabar,Sumut,Jateng,Sumbar,NAD,Gorontalo,Sumsel,Kaltim,Riau. Alasannya karena harga beras cenderung naik yang belum jelas mengapa, karena di Jabar, jateng, Sumut dan Sumsel adalah daerah surplus beras.(republika)
Operasi Pasar dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menko Perekonomian dan Menko Kesra, serta SK Menteri Perdagangan.selama ini OP beras berdasarkan SK Mendag berpatokan pada kisaran 25% diatas rata-rata harga beras dalam tiga bulan terakhir. Lalu surat edaran mendag menyatakan OP beras dapat dilakukan jika harga rata-rata beras dalam tiga bulan terakhir telah mencapai 15%.(Seputar Indonesia)
Bayu Krisnamurthi (Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan) mengatakan kebijakan impor beras menjadi alternative yang mungkin dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga. (Seputar Indonesia).
Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo mengatakan Bulog masih memiliki stok sebanyak 532 ribu ton yang cukup sampai ahir 2006.asal tidak ada OP dan bencana alam.
Dradjad H Wibowo (F-PA) mensinyalir impor beras dilakukan untuk menekan harga beras agar turun sehingga menekan angka kemiskinan sesaat karena daya beli masyarakat meningkat.(seputar Indonesia)
Menurut Dirjen Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoesa, berdasarkan data konsumsi beras BPS, konsumsi beras mencapai 138 per kapita per tahun. Dengan penduduk sekitar 220 juta, maksimal kebutuhan beras nasional mencapai Rp 30,8 juta ton. Sedangkan berdasarkan angka ramalan (aram) II BPS produksi padi tahun 2006 mencapai 54,75 juta ton atau setara 31,008 juta ton beras.(Investor Daily)
Menko Perekonomian Boediono menyatakan keran impor beras akan dibuka jika dianggap perlu untuk menjaga stabilitas harga. Langkah ini diharapkan dapat menurunkan inflasi kembali pada level 6,5% pada 2007,sesuai asumsi RAPBN 2007.pemerintah tahun ini menargetkan inflasi 8% dengan inflasi tahun kalender pada juli 2006 mencapai 3,3%.(Investor Daily)
Menteri Pertanian Anton Aprriyanto menjelaskan, stok beras nasional saat ini masih aman,meski terjadi kekeringan di sejumlah daerah.(Investor Daily)
Tanggal 31 Agustus :
Anton Apriyantono (Mentan) menyatakan bahwa impor dilakukan bukan karena prognosis produksi. Ini berkaitan dengan penanganan bencana dan pengendalian harga. Impor ini telah menjadi keputusan pemerintah melalui Kantor Menko Perekonomian. (Media Indonesia)
Chatib Basri (ekonom UI) menyatakan bahwa kebijakan impor beras selayaknya dilakukan untuk menstabilkan harga.(Koran Tempo)
Mentan menerima keputusan impor beras setelah diputuskan di Kantor Menko Perekonomian dengan tetap menjamin bahwa impor hanya untuk menambah stok cadangan di Bulog, sedangkan ketidak mauan Bulog untuk membeli surplus beras di masyarakat karena harganya lebih tinggi dari HPP yang telah ditentukan pemerintah (Seputar Indonesia)
2-4 September
Daerah menolak beras impor diantaranya DIY,Jateng,Jatim (hampir di seluruh sentra beras). Selain pemerintah derah, HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia) menolak secara tegas impor beras karena akan menyengsarakan petani. (Kompas,Suara Karya)
5 September
Tren harga beras mulai turun 6 % meyusul keputusan impor beras sebesar 210.000 ton beras.(Bisnis Indonesia)
Ya, itulah sekilas tentang perjalanan bagaimana Negara dalam menstabilkan harga. Bisa dibayangkan hanya dengan isu kekeringan (walaupun itu terjadi) sudah bisa menaikkan harga setinggi 40% dengan alasan barang langka, padahal secara produksi nasional masih mencukupi. Kemudian pemerintah menurunkan harga dengan isu juga yaitu impor beras dan ajaib harga di pasar-pasar besar dalam beberapa hari langsung turun padahal barang belum ada. Inilah realita bagaimana terjadi liberalisasi di perberasan yaitu mulai pengadaan hingga pendistribusian. Pemerintah secara liberal memberikan urusan ini kepada mekanisme pasar sehingga berlaku hukum suply and demand (jika permintaan tinggi sedang penawaran (barang) rendah maka harga akan naik dan jika penawaran rendah sedangkan penawaran (barang) tinggi maka harga akan turun). Kesempatan ini tidak dibuang percuma oleh para kapitalis untuk mengeruk keuntungan dengan menimbun barang dan membuat jaringan distribusi mulai dari atas (pusat) hingga ke bawah (masyarakat). Tidak bisa dipungkiri bahwa motif utama dalam impor beras adalah satbilisasi harga di pasar.
Sumber Daya di Indonesia
Kebutuhan pangan penduduk jika kita asumsikan konsumsi per kapita per tahun138 kg (sesuai data BPS) dan dengan jumlah penduduk 220 juta berarti tiap tahun membutuhkan 30.360.000 ton. Indonesia untuk memenuhi itu saja membutuhkan luasan lahan 7.590.000 Ha dengan asumsi per hektar sedikitnya menghasilkan 4 ton/Ha (rata-rata 4,5 t/ha bahkan dengan sistem pertanian organik bisa diatas 5 t/ha).

Sumber:BPS
Dari data diatas saja sudah terlihat bahwa Indonesia sangat mampu untuk swasembada beras bahkan untuk menyediakan cadangan beras di Bulog yang minimal 1 juta ton saja sudah lebih.
Menurut data BPS bahwa sejak 2005, 33 propinsi sudah bisa memproduksi padi termasuk daerah Irian Jaya Barat walaupun masih sedikit dibanding daerah yang lain. Artinya, lahan di Indonesia berpotensi untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Dari 33 propinsi yang bisa untuk dijadikan sentra beras dan memasok daerah lainnya adalah : NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan selatan, Sulawaesi Selatan. Daerah-daerah tersebut mamu menghasilkan diatas 1 juta ton terutama di daerah jawa. Daerah lain dengan perbandingan derahnya sebenarnya cukup mampu
untuk berswasembada. Tahun 2004 saja total produksi di Indonesia mencapai 54.088.468 ton (Produksi Padi menurut Propinsi).
Akar Permasalahan?
Benar kata Taqiyudin AnNabahani dalam bukunya yang berjudul siten ekonomi alternatif, bahwa sumber permasalahan ekonomi adalah di distribusi. Penyediaan beras diberikan sepenuhnya kepada masyarakat sehingga muncul pihak swasta yang melayani kepentingan petani dan jelas ada orientasi keuntungan disitu. Contohnya pupuk bersubsidi, pemerintah mensubsidi perusahaan pupuk tapi yang mendistribusikan adalah pihak swasta yaitu toko-toko pertanian yang besar, tidak jarang ketika pemerintah sudah mengklaim mengeluarkan pupuk bersubsidi tapi realitanya banyak yang menghilang/tidak sampai sasaran.
Pendistribusian beras juga banyak dipegang oleh pihak swasta sehingga banyak di daerah menjadi Tuan Takur (bos beras) yang menampung hasil panen petani dan menjualnya kembali, pihak-pihak seperti inlah yang akan mempermainkan harga dengan cara menimbun dan menjual jika harga menguntungkan. Bulog dalam penyediaan beras juga menggunakan tender memberikan kembali ke pihak swasta, jangan heran walaupun kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) agar petani untung, pada realitanya yang menikmati itu adalah para makelar Bulog yang membeli ke petani dan menyetorkannya ke Bulog, pihak Bulog tahu jadi.
Pengurusan masalah beras di Indonesia terlalu liberal, sehingga bisa kita lihat tentang impor beras yang terjadi tahun ini, dengan 210.000 ton (tidak sampai 1 % kebutuhan masyarakat) sudah bisa mempermainkan harga. Pengadaan impor juga dilaksanakan oleh Bulog dengan sistem tender yang diikuti 24 perusahaan dan 16 perusahaan diantaranya adalah pihak asing. Para kapitalis lagi yang meraup untung, bisa dihitung jika perusahaan itu ambil 200 rupiah saja tiap kilo berapa keuntungan yang pasti diperoleh. Inilah bisnis kapitalis kelas nasional.
Solusinya?
Islam memerintahkan bahwa pemerintah adalah pelayan rakyatnya, bahkan digambarkan Pemimpin itu seperti pengembala yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas yang digembalakan.
Di dalam Islam, yang menguasai hidup orang banyak tidak boleh dimiliki, dikuasai dan dikelola oleh perorangan atau kelompok (perusahaan) maka pemerintahlah yang wajib menyediakan untuk kepentingan semua rakyat.Secara prinsip maka bisa saya gambarkan secara teknis bagaimana seharusnya pengelolaan beras khususnya di Indonesia :
Badan Ketahanan Pangan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah seharusnya memiliki pola rencana dari target yang sudah jelas dari data-data potensi yang ada untuk membuat pelayanan terhadap masyarakat.
Lembaga pemerintah yang ditunjuk ini juga bertugas memantau dan menampung hasil panen para petani dengan harga yang sudah ditetapkan dengan perhitungan tentu saja diatas biaya produksi.
Lembaga ini juga bertugas untuk langsung memotong hasil panen untuk zakat pertanian bagi yang muslim dan pajak bagi non muslim. Hasil dari zakat ini dikelola untuk didistribusikan ke fakir miskin, sedangkan pajak langsung masuk ke pemerintah.
Lembaga ini juga akan menyimpan hasil panen dan mendistribusikan ke daerah-daerah secara merata sesuai jumlah penduduk dan kebutuhannya akan pangan khususnya beras.
Inilah salah satu alternatif pilihan yang ditawarkan yaitu pelyanan langsung kepada para petani dan masyarakat umum terutama untuk kebutuhan pokok khusunya beras. Pola seperti ini akan menutup para pelaku-pelaku bisnis yang dengan sengaja untuk mengeruk keuntungan dari penderitaan masyarakat. Di sisi yang lain pertanian Indonesia ke depan akan semakin mantap karena langsung di layani oleh pemerintah. Teknologi budidaya akan berkembang cepat sesuai teknologi yang telah dikembangkan pemerintah karena transfer teknologinya cepat dan akan tepat sasaran, kemudian teknologi tersebut akan terintegral dalam satu pola yang inovatif dan produktif karena melibatkan semua komponen yang ada di departemen pertanian untuk menangani secara langsung setiap permasalahan yang muncul di tingkat petani. Harga akan stabil karena langsung di kontrol pemerintah mulai dari penyediaan hingga pendistribusiannya sehingga tidak ada pihak swasta yang bisa menimbun beras.
Ketika kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan didapat secara murah akan meningkatkan kemakmuran dan memunculkan usaha-usaha tani yang produktif yaitu pengembangan pertanian di luar kebutuhan pokok masyarakat. Masa depan pertanian Indonesia akan menjadi barometer dan sekaligus pengekspor terbesar dari bidang pertanian. Di pihak swasta (individu, kelompok atau perusahaan) mereka akan terpacu untuk mengambil peran di bidang sekunder (di luar kebutuhan pokok) sehingga akan memacu kemajuan bidang pertanian yang selama ini belum termaksimalkan.
Sungguh, kita merindukan sitem pemerintahan (khilafah Islamiyah) yang benar-benar akan melayani rakyatnya sesuai perintah Allah dan Rasulnya sehingga terwujud keadilan dan kemakmuran yang merata sebagimana yang terjadi pada masa-masa keemasan kekhilfahan yang terdahulu.
*
Akar Permasalahan?
Benar kata Taqiyudin AnNabahani dalam bukunya yang berjudul siten ekonomi alternatif, bahwa sumber permasalahan ekonomi adalah di distribusi. Penyediaan beras diberikan sepenuhnya kepada masyarakat sehingga muncul pihak swasta yang melayani kepentingan petani dan jelas ada orientasi keuntungan disitu. Contohnya pupuk bersubsidi, pemerintah mensubsidi perusahaan pupuk tapi yang mendistribusikan adalah pihak swasta yaitu toko-toko pertanian yang besar, tidak jarang ketika pemerintah sudah mengklaim mengeluarkan pupuk bersubsidi tapi realitanya banyak yang menghilang/tidak sampai sasaran.
Pendistribusian beras juga banyak dipegang oleh pihak swasta sehingga banyak di daerah menjadi Tuan Takur (bos beras) yang menampung hasil panen petani dan menjualnya kembali, pihak-pihak seperti inlah yang akan mempermainkan harga dengan cara menimbun dan menjual jika harga menguntungkan. Bulog dalam penyediaan beras juga menggunakan tender memberikan kembali ke pihak swasta, jangan heran walaupun kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) agar petani untung, pada realitanya yang menikmati itu adalah para makelar Bulog yang membeli ke petani dan menyetorkannya ke Bulog, pihak Bulog tahu jadi.
Pengurusan masalah beras di Indonesia terlalu liberal, sehingga bisa kita lihat tentang impor beras yang terjadi tahun ini, dengan 210.000 ton (tidak sampai 1 % kebutuhan masyarakat) sudah bisa mempermainkan harga. Pengadaan impor juga dilaksanakan oleh Bulog dengan sistem tender yang diikuti 24 perusahaan dan 16 perusahaan diantaranya adalah pihak asing. Para kapitalis lagi yang meraup untung, bisa dihitung jika perusahaan itu ambil 200 rupiah saja tiap kilo berapa keuntungan yang pasti diperoleh. Inilah bisnis kapitalis kelas nasional.
Solusinya?
Islam memerintahkan bahwa pemerintah adalah pelayan rakyatnya, bahkan digambarkan Pemimpin itu seperti pengembala yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas yang digembalakan.
Di dalam Islam, yang menguasai hidup orang banyak tidak boleh dimiliki, dikuasai dan dikelola oleh perorangan atau kelompok (perusahaan) maka pemerintahlah yang wajib menyediakan untuk kepentingan semua rakyat.Secara prinsip maka bisa saya gambarkan secara teknis bagaimana seharusnya pengelolaan beras khususnya di Indonesia :
Badan Ketahanan Pangan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah seharusnya memiliki pola rencana dari target yang sudah jelas dari data-data potensi yang ada untuk membuat pelayanan terhadap masyarakat.
- Pelayanan terhadap masyarakat petani
Lembaga pemerintah yang ditunjuk ini juga bertugas memantau dan menampung hasil panen para petani dengan harga yang sudah ditetapkan dengan perhitungan tentu saja diatas biaya produksi.
Lembaga ini juga bertugas untuk langsung memotong hasil panen untuk zakat pertanian bagi yang muslim dan pajak bagi non muslim. Hasil dari zakat ini dikelola untuk didistribusikan ke fakir miskin, sedangkan pajak langsung masuk ke pemerintah.
Lembaga ini juga akan menyimpan hasil panen dan mendistribusikan ke daerah-daerah secara merata sesuai jumlah penduduk dan kebutuhannya akan pangan khususnya beras.
- Pelayanan terhadap masyarakat
Inilah salah satu alternatif pilihan yang ditawarkan yaitu pelyanan langsung kepada para petani dan masyarakat umum terutama untuk kebutuhan pokok khusunya beras. Pola seperti ini akan menutup para pelaku-pelaku bisnis yang dengan sengaja untuk mengeruk keuntungan dari penderitaan masyarakat. Di sisi yang lain pertanian Indonesia ke depan akan semakin mantap karena langsung di layani oleh pemerintah. Teknologi budidaya akan berkembang cepat sesuai teknologi yang telah dikembangkan pemerintah karena transfer teknologinya cepat dan akan tepat sasaran, kemudian teknologi tersebut akan terintegral dalam satu pola yang inovatif dan produktif karena melibatkan semua komponen yang ada di departemen pertanian untuk menangani secara langsung setiap permasalahan yang muncul di tingkat petani. Harga akan stabil karena langsung di kontrol pemerintah mulai dari penyediaan hingga pendistribusiannya sehingga tidak ada pihak swasta yang bisa menimbun beras.
Ketika kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan didapat secara murah akan meningkatkan kemakmuran dan memunculkan usaha-usaha tani yang produktif yaitu pengembangan pertanian di luar kebutuhan pokok masyarakat. Masa depan pertanian Indonesia akan menjadi barometer dan sekaligus pengekspor terbesar dari bidang pertanian. Di pihak swasta (individu, kelompok atau perusahaan) mereka akan terpacu untuk mengambil peran di bidang sekunder (di luar kebutuhan pokok) sehingga akan memacu kemajuan bidang pertanian yang selama ini belum termaksimalkan.
Sungguh, kita merindukan sitem pemerintahan (khilafah Islamiyah) yang benar-benar akan melayani rakyatnya sesuai perintah Allah dan Rasulnya sehingga terwujud keadilan dan kemakmuran yang merata sebagimana yang terjadi pada masa-masa keemasan kekhilfahan yang terdahulu.

0 comments: