Oleh : Mas Tri
Kita sering mendengar ditengah masyarakat,untuk menilai perbuatan seseorang tidak bisa hanya dilihat dhohir (fisik) siapa tahu hati atau niatnya baik, bukankah semua perbuatan tergantung niat. Akhirnya dari pemahaman ini yang haram menjadi halal seperti contoh : banyak orang membenarkan WTS atau Pekerja Seks Komersial karena niat mereka mencari nafkah, minum khamr (miras) asal tidak mabuk hanya untuk menghangatkan badan sehingga sholat tenang tidak kedinginan, menghalalkan pacaran dengan niat pendekatan untuk menuju pernikahan, dan masih banyak kasus lain yang mereka benarkan padahal jelas prbutannya haram, hanya karena niat yang baik jadilah halal.
Rasulullah bersabda “ Setiap perbuatan hanyalah tergantung pada niat, dan setiap oranghanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk duniawi yang akan ia peroleh, atau kepada perempuan yang akan ia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang didinginkannya.”(HR. Bukhari-Muslim)
Sabda Rasul tersebut hanya khusus amalan-amalan (perbuatan) yang bersifat ketaatan dan mubah, karena ketaatan suatu saat dapat pula berbalik menjadi maksiat disebabkan niat yang buruk. Di lain pihak, perkara mubah bisa menjadi suatu amalan yang baik atau maksiat juga karena niatnya. Misalnya nonton TV acara berita dengan niat mengetahui urusan ummat Islam sehingga semakin gigih berdakwah,hal ini bernilai ketaatan, tetapi lain halnya ketika nonton TV acara-acara yang merangsang seksual sehingga setelah nonton TV membuat bermaksiat maka acara nonton TV bernilai maksiat.Adapun maksiat sendiri ((perbuatan yang dharamkan/dilarang Allah) tidak akan berbalik menjadi ketaatan oleh niat yang baik.
Di dalam Islam yang diharuskan niat adalah dalam masalah
Kita sering mendengar ditengah masyarakat,untuk menilai perbuatan seseorang tidak bisa hanya dilihat dhohir (fisik) siapa tahu hati atau niatnya baik, bukankah semua perbuatan tergantung niat. Akhirnya dari pemahaman ini yang haram menjadi halal seperti contoh : banyak orang membenarkan WTS atau Pekerja Seks Komersial karena niat mereka mencari nafkah, minum khamr (miras) asal tidak mabuk hanya untuk menghangatkan badan sehingga sholat tenang tidak kedinginan, menghalalkan pacaran dengan niat pendekatan untuk menuju pernikahan, dan masih banyak kasus lain yang mereka benarkan padahal jelas prbutannya haram, hanya karena niat yang baik jadilah halal.
Rasulullah bersabda “ Setiap perbuatan hanyalah tergantung pada niat, dan setiap oranghanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk duniawi yang akan ia peroleh, atau kepada perempuan yang akan ia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang didinginkannya.”(HR. Bukhari-Muslim)
Sabda Rasul tersebut hanya khusus amalan-amalan (perbuatan) yang bersifat ketaatan dan mubah, karena ketaatan suatu saat dapat pula berbalik menjadi maksiat disebabkan niat yang buruk. Di lain pihak, perkara mubah bisa menjadi suatu amalan yang baik atau maksiat juga karena niatnya. Misalnya nonton TV acara berita dengan niat mengetahui urusan ummat Islam sehingga semakin gigih berdakwah,hal ini bernilai ketaatan, tetapi lain halnya ketika nonton TV acara-acara yang merangsang seksual sehingga setelah nonton TV membuat bermaksiat maka acara nonton TV bernilai maksiat.Adapun maksiat sendiri ((perbuatan yang dharamkan/dilarang Allah) tidak akan berbalik menjadi ketaatan oleh niat yang baik.
Di dalam Islam yang diharuskan niat adalah dalam masalah
ibadah (ritual murni kepada Allah seperti Sholat, Haji,Puasa dll) sedangkan pada muamalat,akhlaq,mathumaat (makanan dan minuman), malbusaat (pakaian) dan uqubaat (sanksi dan hukuman) tidak mewajibkan niat.
Niat itu telah disyariatkan oleh Islam dalam ibadah semata seperti thaharah dari hadats asghar dan hadats akbar, untuk mengerjakan sholat, shoum, haji, umrah dsb, sehingga tidak akan disahkan shoum yang wajib maupun sunnah tanpa niat, hanya saja untuk shaum Ramadhan niat itu wajib mendahului shaum (malam hari) sedangkan dalam shaum sunnah boleh niat di siang hari asal belum makan dan minum di pagi harinya.
Lain halnya dengan aktifitas muamalat (jual beli, syirkah dll), masalah nikah, pergaulan suami istri, nafkah, pidana, pengadilan tidakdisyariatkan niat dan tidak diwajibkan kita mengucapkan niat seperti misalnya :”aku berniat dagang, berniat meminjam uang,berniat menikah, berniat menggauli istri dan lain sebaginya” tetapi semua perbuatan tersebut ditujukan untuk mengikuti sunnah Rasul dan mencari Ridlo Allah dengan ittiba’ Rasul maka akan bernilai pahala.
Adapun pentingnya niat dalam ibadah adalah untuk membedakan antara ibadat dan adat yaitu apakah ibadah itu dikerjakan hanya lillahi Ta’ala atau yang lain, jika sedikit saja terkontaminasi oleh rasa riya’ maka rusaklah semua unsur kebaikannya sehingga menjadi maksiat. Misalnya menunaikan ibadah Haji untuk mendapat gelar Pak Haji, bersedaekah agar terkenal dan lain sebagainya.
Riya’ dapat menghapuskan amal kebaikan manusia sehingga tidak diterima oleh Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa memamerkan ilmunya (untuk mendapat pujian orang) makaAllah pun akan membuka aibnya itu (di hari kelak nanti) dan barangsiapa memamerkan ibadahnya (untuk menarik perhatian orang) maka Allahpun akan memperlihatkan orang-orang (di padang mahsyar nanti) apa yang ia tujukan dari ibadahnya itu. (HR. Bkhari-Muslim).
*
Niat itu telah disyariatkan oleh Islam dalam ibadah semata seperti thaharah dari hadats asghar dan hadats akbar, untuk mengerjakan sholat, shoum, haji, umrah dsb, sehingga tidak akan disahkan shoum yang wajib maupun sunnah tanpa niat, hanya saja untuk shaum Ramadhan niat itu wajib mendahului shaum (malam hari) sedangkan dalam shaum sunnah boleh niat di siang hari asal belum makan dan minum di pagi harinya.
Lain halnya dengan aktifitas muamalat (jual beli, syirkah dll), masalah nikah, pergaulan suami istri, nafkah, pidana, pengadilan tidakdisyariatkan niat dan tidak diwajibkan kita mengucapkan niat seperti misalnya :”aku berniat dagang, berniat meminjam uang,berniat menikah, berniat menggauli istri dan lain sebaginya” tetapi semua perbuatan tersebut ditujukan untuk mengikuti sunnah Rasul dan mencari Ridlo Allah dengan ittiba’ Rasul maka akan bernilai pahala.
Adapun pentingnya niat dalam ibadah adalah untuk membedakan antara ibadat dan adat yaitu apakah ibadah itu dikerjakan hanya lillahi Ta’ala atau yang lain, jika sedikit saja terkontaminasi oleh rasa riya’ maka rusaklah semua unsur kebaikannya sehingga menjadi maksiat. Misalnya menunaikan ibadah Haji untuk mendapat gelar Pak Haji, bersedaekah agar terkenal dan lain sebagainya.
Riya’ dapat menghapuskan amal kebaikan manusia sehingga tidak diterima oleh Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa memamerkan ilmunya (untuk mendapat pujian orang) makaAllah pun akan membuka aibnya itu (di hari kelak nanti) dan barangsiapa memamerkan ibadahnya (untuk menarik perhatian orang) maka Allahpun akan memperlihatkan orang-orang (di padang mahsyar nanti) apa yang ia tujukan dari ibadahnya itu. (HR. Bkhari-Muslim).

0 comments: