Alhamdulillah. Luar biasa! Allahu Akbar! Itulah kata yang mungkin paling pantas diucapkan melihat kesuksesan Konferensi Rajab 1432 H yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia di sepanjang bulan Juni lalu. Gelegar Konferensi dirasakan oleh paling sedikit 130 ribu umat Islam baik dari kalangan ulama, ustadz dan ustadzah, tokoh masyarakat, intelektual, pengusaha dan kalangan profesional, mahasiswa ataupun rakyat biasa yang mengikuti konferensi itu di 30 kota di seluruh Indonesia. Mereka tidak hanya tercerahkan oleh materi-materi orasi yang memang sangat argumentatif mengenai bagaimana Khilafah dengan syariahnya bakal
menyejahterakan seluruh rakyat tanpa kecuali. Mereka juga tergugah untuk turut berjuang bersama HTI karena perjuangan untuk tegaknya syariah dan Khilafah memang merupakan kewajiban seluruh umat Islam. Dalam konferensi itu juga tertanam keyakinan yang sangat kokoh tentang kepastian tegaknya Khilafah, karena Khilafah adalah
wa’dulLah (janji Allah). Maka dari itu, siapapun yang hadir dalam konferensi itu dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang terbuka pasti akan larut dalam
gelegak suasana perjuangan yang membuncah.
Namun, bagi kalangan liberal, semua sukses itu hanya berarti satu kata: HTI harus makin berterima kasih pada demokrasi.
*

Berterimakasih Pada Demokrasi ?
Oleh: Ust. Badrul Munir
Berangkat dari rasa kasihan yang mendalam terhadap saudara sesama muslim, yang termakan oleh pemutar balikan fakta tentang khilafah dan pejuangnya, maka saya menguatkan hati menulis bantahan ini. Karena sebenarnya saya, dan mungkin juga saudara-saudara sesama aktivis HTI sudah tidak ada waktu lagi untuk meladeni fitnah-fitnah murahan yang ditujukan terhadap pejuang khilafah yang dalam hal ini lebih diarahkan kepada yang betul-betul getol
memperjuangkannya, yaitu Hizbut Tahrir. Karena semua fitnah dan tuduhan itu hanya sekedar copy paste dari para pendahulu mereka. Hal yang layak disayangkan adalah adanya segelintir oknum pesantren yang tidak lagi mengikuti tradisi ilmiyah yang ada di kalangan santri. Semisal tabayyun dan tidak begitu saja mempercayai informasi kecuali setelah mengecek kebenarannya. Tidakkah mereka ingat sabda Rasulullah SAW:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang itu disebut pendusta apabila ia menyampaikan semua hal yg didengarnya.” (HR. Muslim) Shohih Muslim juz 1 hal.15
*

Bantahan terhadap Fitnah Takfir
Oleh: Ust. Badrul Munir
Dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan tentang dalil-dalil wajibnya menegakkan khilafah. Dari penjelasan di situ, sebenarnya sudah sangat jelas duduk permasalahan hukumnya. Kecuali mereka yang memang hanya sekedar mencari alibi untuk tidak turut berjuang menunaikan kewajiban yang agung ini,
bahkan berusaha menghalang-halangi langkah perjuangan para pejuangnya.
Dalam tulisan ringkas ini, penulis sengaja menyuguhkan beberapa pandangan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang wajibnya mengangkat seorang imam atau khalifah. Sengaja dalam tulisan singkat ini hanya memaparkan pandangan beberapa ulama yang merupakan representasi dari empat madzhab yang diakui ASWAJA.
*

PANDANGAN ULAMA AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH TENTANG WAJIBNYA MENEGAKKAN KHILAFAH