src="data:image/jpg;base64,/9j/4AAQSkZJRgABAQAAAQABAAD/2wCEAAkGBhINEBETDhIPEw8RFREYEBQWFRoUFBkPFxAVFBYcExYYJychIxkoHhUSIC8hLzMpMDg+GB49NTE2NiYrOCoBCQoKDQwOFg8PFykkHBwpMDUsNTEpNjUtLikyKSosKS0sKSwpNiksKi8pNSspLCkpLCkpLCwpKSwsKSkpKSkpKf/AABEIAFsAYgMBIgACEQEDEQH/xAAcAAEBAAIDAQEAAAAAAAAAAAAAAQYHAgQFAwj/xAA3EAACAQIDBgQDBAsAAAAAAAAAAQIDEQQFIQYSMUFRYQcTInEUIzJSseHwQkNiY4GRkpOhwdH/xAAWAQEBAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAAQL/xAAYEQEBAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAARExIf/aAAwDAQACEQMRAD8A0aUhQAAAAAIAAAAAAAAAAKhSFAAAAAAgAAAAA5QV9OpxscocVbqju53hHRr1IO1009OHqipadtQroAACAACgIAAAAAAAAqA72R4TzsRSh9qS/Op6viFS3MwqxslaNDRdfh6ZknhfsrKdTzZwakrbl07pPnbvwXvx64vt9jFXzLGTjw86cY9N2Hy1b+kk7SsfABRAC2AhSFAAAAALALHt7M7PTxlaCSlupxvZd7/dzOWQbNzxEleL3f8AZvHYXYuFHdvHV3u7c3bn/IxbvkV9VQp5FldfEPdU4QbhdWcsRJbtPje/qa/gmfm6c3Jttttu7ffmbO8a9uo42tHB4aV8NhW9+Sek8Razt+zHWK95djV5uTGe+gACocqc913XE4gD28FkPxsX8K15sV66LdpW607/AFL/ACuZ0a+U1qbtOnNP2OrRrypyUoSlGUWnGSdmmuDTXMzjJfEpaRzGiq6SsqsLRqpd19Mn30fcz6MJ8iX2ZX6W5n3hldWXCErPnb/huLK8Xk+Ms4YmhB8oVvkyT95em/dMyjB7I4Zq9Oph5d1UjJWvpqmTabGicu2MxFd/TurndpfeZjkfhq0k5JSl3/E2RWyrC4ZfNxGEpxXOdaC99L3ueVjfFHKcvi1SqTxVXpRjaH9ydlburjLemvT2Z2O8txcoqKjq+m7zMa8T/FmnRhPB5TKLnJOOIxEOEVwcKMl+l1kuHLUwXbPxZxmap001h8K/1NNv1L97PjL20XYwhs1JidWTIQFUAAAAAAABUxcgA5bxLkAAAAAAAAAH/9k=">Tanya :
Ustadz, bagaimana peran Khilafah nanti dalam menentukan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan (Idul Fitri)?
Jawab :
Khalifah mempunyai hak melakukan adopsi (tabanni) hukum syariah Islam dan melegislasikannya menjadi undang-undang yang berlaku mengikat bagi publik. Adopsi ini dilaksanakan Khalifah jika terdapat khilafiyah dalam hukum syariah hasil ijtihad. Maka ketika Khalifah memilih satu pendapat, rakyat wajib mentaatinya sehingga perbedaan pendapat tidak ada lagi. Kaidah fiqih menyebutkan : Amru al-imam yarfa’u al-khilaf fi al-masa`il al-ijtihadiyah (Perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah hasil ijtihad/khilafiyah). (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah al-Syar’iyah, III/1797; M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, I/268).
*
PENTINGNYA KHILAFAH DALAM PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Sejak keruntuhan Khilafah pada 28 Rajab 1342 H, 89 tahun lalu, bisa disebut hampir sebagian besar Dunia Islam mengadopsi sistem demokrasi. Harapannya, sistem demokrasi akan membuat Dunia Islam lebih baik, ternyata tidak. Dunia Islam tetap saja mengidap berbagai persoalan yang
akut seperti kemiskinan, kebodohan, pembantaian dan konflik yang berkepanjangan.
Di sisi lain, arus besar untuk kembali ke sistem Khilafah semakin menguat. Ada pernyataan berulang: Demokrasi memang tidak sempurna, tetapi sampai saat ini merupakan sistem terbaik untuk melawan sistem totaliter. Muncul pula pertanyaan berulang: Kebaikan apa yang ditawarkan sistem Khilafah untuk menggantikan sistem demokrasi? Bisakah sistem Khilafah mewujudkan harapan-harapan manusia yang gagal diwujudkan demokrasi? Kita tentu menjawab dengan tegas: sistem Khilafah pasti mampu.
Wawancara Koran al Liwa’ dengan al Ustadz Ahmad al Qoshosh (Media Informasi Hizbut Tahrir Lebanon) : Hizbut Tahrir Berasaskan Aqidah Islam
Dalam episode kedua dokumen (file) gerakan dan kelompok Islam, kami akan mengenal lebih dekat tentang “Hizbut Tahrir”, yang dianggap sebagai salah satu gerakan Islam yang paling sering memicu
kontroversi, bukan karena beberapa pandangan Hizbut Tahrir sendiri dalam beberapa perkara syar’iy, sebab ini bukan bidang yang akan dibahas dalam dokumen ini, melainkan karena sejumlah sikap dan ide-ide yang dilontarkannya, yang masih saja membangkitkan pertanyaan-pertanyaan, karena dengannya, dilihat dari berbagai sisinya “Hizbut Tahrir” tampak unik berbeda dengan yang lainnya.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di bawah pimpinan pendirinya - seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir
beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat.
Ahmad al Qoshosh (Media Informasi Hizbut Tahrir Lebanon) : Jihad Hukumnya Wajib !
Dalam episode kedua dokumen (file) gerakan dan kelompok Islam, kami akan mengenal lebih dekat tentang “Hizbut Tahrir”, yang dianggap sebagai salah satu gerakan Islam yang paling sering memicu kontroversi, bukan karena beberapa pandangan Hizbut Tahrir sendiri dalam beberapa perkara syar’iy, sebab ini bukan bidang yang akan dibahas dalam dokumen ini, melainkan karena sejumlah sikap dan ide-ide yang dilontarkannya, yang masih saja membangkitkan pertanyaan-pertanyaan, karena
dengannya, dilihat dari berbagai sisinya “Hizbut Tahrir” tampak unik berbeda dengan yang lainnya.
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus pertemuan kami dengan penanggung jawab (mas’ûl) Media Informasi Hizbut Tahrir, Ahmad Al-Qoshosh di kantor Hizbut Tahrir, di Abu Samra. Sungguh ini merupakan pertemuan yang istimewa dengan banyaknya penjelasan yang disampaikan yang mulia Al-Ustadz Ahmad Al-Qoshosh yang dikenal dengan keluasan dan kedalaman ilmunya, serta sikap tenang dan keteguhannya; dan juga jawaban beliau yang mengalir lepas atas pertanyaan-pertanyaan ini:
Yang kemudian dijawab balik bantahan tersebut oleh penulisnya dengan judulBANTAHAN TANGGUH ATAS BANTAHAN RAPUH YANG DIKLAIM TANGGUHolehAl Faqir Ila Allah, Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy
-------Semoga Allah swt memberikan hidayah bagi
kita semua!!-------
Sebuah bantahan terhadap artikel berjudul “Mengoreksi Penguasa Harus Dengan GAYA TUKUL…??”
Oleh al Ustadz al Fadhil Abu Yahya Badrussalam, Lc. hafizhahullah
Berkata Syamsuddin Ramadlan (HTI):
Mengoreksi Penguasa Harus Dengan GAYA TUKUL…??
Tanggapan: Tukulkah yang menjadi panutanmu ??
Tanggapan Balik:
Perkataan seperti ini tidak pernah keluar dari seorang ustadz faqih-sholih dan berakhlaqul karimah; tapi, hanya akan keluar dari lisan orang-orang yang hatinya dipenuhi kenistaan dan kekotoran. Ana berdoa dengan sepenuh hati, agar Allah membersihkan hati antum dari semua kenistaan dan kekotoran.
*
TANGGAPAN ~Kritik Atas Pendapat Yang MenyatakanMengoreksi Penguasa Harus Dengan (Empat Mata)~
Perlu kami nyatakan bahwa hukum asal amar makruf nahi mungkar harus dilakukan secara terang-terangan, dan tidak boleh disembunyikan. Ini adalah pendapat mu'tabar dan perilaku generasi salafus sholeh. Namun, sebagian orang bodoh berpendapat bahwa menasehati seorang penguasa haruslah dengan cara sembunyi-sembunyi (empat mata). Menurut mereka, seorang Muslim dilarang menasehati mereka dengan terang-terangan di depan umum, atau mengungkapkan kejahatan dan keburukan mereka di depan umum,
karena ada dalil yang mengkhususkan. Pendapat semacam ini adalah pendapat bathil, dan bertentangan dengan realitas muhasabah al-hukkam yang dilakukan oleh Nabi saw, para shahabat dan generasi-generasi salafus shaleh sesudah mereka.
Pasalnya, pendapat tersebut (keharusan mengoreksi pennguasa dengan empat mata) bertentangan dengan point-point berikut ini:
a. Perilaku Rasulullah saw dalam mengoreksi pejabat yang diserahi tugas mengatur urusan rakyat (pemerintahan). Beliau saw tidak segan-segan mengumumkan perbuatan buruk yang dilakukan oleh pejabatnya di depan kaum Muslim, dengan tujuan agar pelakunya bertaubat dan agar pejabat-pejabat lain tidak melakukan perbuatan serupa. Imam Bukhari dan Muslim menuturkan sebuah riwayat dari Abu Humaid As Sa'idiy bahwasanya ia berkata:
*
Kritik Atas Pendapat Yang Menyatakan Mengoreksi Penguasa Harus Dengan (Empat Mata)
Yusuf al-Nabhani merupakan sosok yang tidak dapat dipisahkan dari sosok Taqiyuddin An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir. Yusuf an-Nabhani-lah yang telah turut mendidik Taqiyuddin An-Nabhani sejak kecil dan bahkan beliaulah yang mengirim Taqiyuddin An-Nabhani untuk belajar ke al-Azhar Kairo dan menitipkannya kepada para kolega dan guru beliau di sana. Berikut ini adalah sekilas biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani dari berbagai sumber. Syaikh Yusuf an-Nabhani telah menulis sendiri otobiografinya dalam kitab beliau Asy-Syaraf Al-Mu`abbad li Ali Muhammad (terbit 1309 H/1891 M). Juga dalam kitab beliau lainnya yaitu kitab Asbab At`lif li Al-’Abdi Adh-Dhaif dan kitab Jami’ Karamat Al-Awliyaa` (keduanya terbit 1329 H/ 1911 M). Bagi yang berminat mendalami biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani, silakan merujuk pada kitab-kitab tersebut. (Redaksi).
Partai Islam (al-hizb al-Islami), atau lengkapnya partai politik Islam, perlu dipahami hakikatnya. Sebab banyak orang tidak bisa membedakan mana partai Islam dan mana yang bukan partai Islam. Ada partai yang mengaku partai Islam, padahal strateginya sangat pragmatis dan oportunis, hanya mengejar ambisi kekuasaan seraya mencampakkan Islam.
Sebaliknya ada partai Islam yang hakiki, tapi ditakuti umat, karena diopinikan atau dicitrakan buruk dengan berbagai stempel mengerikan, seperti cap teroris, fundamentalis, radikalis, dan sebagainya. Berikut ini sekilas penjelasan beberapa aspek terpenting mengenai partai Islam.
Pluralisme merupakan paham yang menyatakan bahwa kekuasaan negara harus diserahkan kepada berbagai golongan dan tidak dibenarkan dimonopoli oleh satu golongan. Pluralisme juga sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Pluralisme membolehkan berdirinya partai apapun sekaligus membolehkan partai-partai
itu menyebarkan pemikirannya, Maka pluralisme membolehkan berdirinya partai kufur dan yang menyebarkan ide-ide kufurnya. Kaum Pluralis mengklaim bahwa Piagam Madinah mengakui pluralisme. Penelaahan terhadap piagam Madinah secara seksama akan memberikan kejelasan dalam masalah ini. Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu.[1]
Ustadz, bolehkah orang kafir (non muslim) menjadi anggota partai Islam? (M. Saiful Amri, Jakarta)
Jawab :
Tidak boleh secara syar'i sebuah partai Islam menerima keanggotaan non muslim. Dalilnya ada dua. Pertama, terdapat dalil khusus yang mewajibkan keanggotaan partai Islam hanya dari muslim, yaitu firman Allah SWT
(artinya) : "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS Ali 'Imran : 104).
Terkait ayat ini, Syaikh Abdul Hamid Al-Ja'bah berkata,"Kata "minkum" [di antara kamu] pada ayat di atas melarang sebuah kelompok atau partai dari keanggotaan non Islam, dan membatasi keanggotaannya pada muslim saja." (Lihat Abdul Hamid Al-Ja'bah, Al-Ahzab fi Al-Islam, hal. 120; lihat juga Yasin bin Ali, Min Ahkam Al-Amr bi al-Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an Al-Munkar, hal. 64; M. Abdullah al-Mas’ari, Muhasabah al-Hukkam, hal. 33).
Demokrasi, harus diakui merupakan sistem pemerintahan yang paling banyak dianut di dunia. Sejak Perang Dunia II hampir seluruh negara di dunia mengadopsi sistem demokrasi. Riset UNESCO tahun 1949
menyimpulkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, demokrasi diklaim sebagai sistem paling ideal dari semua sistem politik dan sosial yang ada. (Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 50).
Namun demokrasi tetap patut dicurigai. Karena dalam Islam ada suatu keyakinan bahwa yang dianut orang banyak itu belum tentu benar, bahkan dapat menyesatkan. Firman Allah SWT (artinya) : "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (QS Al-An’aam : 116).
*
KHILAFAH : SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM SOLUSI UNTUK DEMOKRASI YANG KUFUR DAN BERBAHAYA*